Saat Tidur, Pria Afghanistan dan Anaknya Tewas oleh Tentara Australia

Bismillah Jan Azadi ditembak mati oleh tentara Australia saat sedang tidur bersama putranya Sadiquillah yang berumur 6 tahun.
Sumber :
  • abc

Pemberitaan ABC News mengenai tindakan pasukan Australia yang membunuh seorang petani Afghanistan dan anaknya di Propinsi Uruzgan kini didukung oleh laporan Komnas HAM negara itu.

Melalui serial pemberitaan bertajuk Afghan Files di tahun 2017, ABC melaporkan bahwa petani bernama Bismillah Jan Azadi dan anaknya Sadiqullah (6 tahun) tewas ditembak oleh pasukan Resimen SAS Australia pada bulan September 2013.

Menurut informasi yang diperoleh ABC, pada saat kejadian, Bismillah dan Sadiqullah sedang tidur di beranda rumah mereka di Ala Balogh, di pinggiran ibukota Uruzgan, Tarin Kot, ketika ada serangan pasukan SAS.

Para prajurit SAS belakangan dibebaskan dari penyelidikan militer, setelah prajurit yang menembak berdalih bahwa Bismillah mengacungkan pistol kepadanya.

Namun Ketua Komnas HAM Afghanistan Shaharzad Akbar menjelaskan bahwa penyelidikan lembaganya telah memastikan Bismillah hanyalah warga sipil yang tidak bersenjata.

ABC digeledah

Serial Afghan Files kini menjadi subyek investigasi Kepolisian Federal Australia (AFP). Bahkan pada Juni lalu, petugas AFP menggeledah kantor redaksi ABC di Sydney dan menyita sejumlah dokumen.

AFP bertindak berdasarkan surat perintah yang menyebut nama jurnalis Dan Oakes, produser Sam Clark dan Direktur Pemberitaan ABC Gaven Morris.

Petugas Kepolisian Federal Australia (AFP) menggeledah kantor redaksi dan memeriksa surat elektronik jurnalis ABC.

ABC News: Brendan Esposito

ABC kini memperoleh lebih 90 dokumen dari Komnas HAM Afghanistan (AIHRC), salah satunya adalah laporan tentang pembunuhan Bismillah dan putranya.

AIHRC didirikan sesuai amanat konstitusi negara itu, dengan kewenangan menyelidiki dugaan pelanggaran HAM.

Dokumen tersebut mencakup pelanggaran HAM tahun 2010 hingga 2013 berupa laporan investigasi, keterangan saksi, foto, catatan penahanan dan catatan korban sipil.

"Rekan-rekan kami mengunjungi lokasi pelanggaran telah terjadi, mereka menemui para korban, saksi mata, pihak berwenang, mengunjungi rumah sakit. Metodologinya menyeluruh," kata ketua Shaharzad Akbar.

Dokumen ini menyebutkan bahwa pihak keluarga Bismillah menyampaikan laporan terperinci tentang pembunuhan tak beralasan itu dan bahwa korban sama sekali tidak memiliki pistol.

Tewas di pelukan ayahnya

Laporan AIHRC menyebutkan target serangan Pasukan SAS dan Pasukan Afghanistan adalah komandan Taliban bernama Mullah Sardar, yang berhasil ditangkap dalam operasi malam itu.

Esmat Jan berada dalam rumah ketika ayah dan saudaranya yang tidur di beranda ditembak mati oleh tentara Australia.

ABC News: Bilal Sarwary

"Saat kejadian, sejumlah tentara asing naik ke atap rumah tetangga Mullah Sardar," kata laporan AIHRC.

"Ada beberapa tentara masuk ke rumah. Pada saat inilah salah satu tentara asing menembak dan membunuh Bismillah Jan (35) dan putranya Sadiqullah (6) ketika mereka tidur di bawah selimut di beranda rumah," jelasnya.

Kesaksian dari sepupu Bismillah dan tetangganya Mohammad Masoom, menyebutkan dirinya menemukan Bismillah dan putranya itu "tewas di bawah selimut dengan lubang peluru dan mengeluarkan darah."

"Anak itu tewas terbaring di pelukan ayahnya. Luka di perutnya diplaster dengan jarum yang tertinggal di dadanya. Mungkin itu upaya mengobati dia," kata Masoom.

Dia menambahkan beberapa tentara asing kemudian menggeledah rumah keluarga tersebut.

ABC sendiri berhasil menemui putra Bismillah lainnya, Esmat Khan, di Desa Ala Balogh.

Menurut Esmat, ayah dan saudaranya sedang tidur di beranda ketika tentara gabungan Australia dan Afghanistan datang.

"Begitu datang, mereka langsung menembakinya. Mereka sama sekali tidak bertanya apa-apa," kata Esmat.

"Tubuhnya penuh dengan lubang tembakan. Mereka menembaki kepalanya, di bagian samping. Mereka membunuh saudaraku dengan cara seperti itu juga. Dia ditembak banyak kali," tuturnya.

Pada saat kejadian Esmat sendiri berada di dalam rumah, dan dilarang mendekati ayah dan adiknya di beranda sampai tentara Australia selesai menggeledah dan pergi dari sana.

"Ada bekas sepatu di pundak ayahku. Begitu juga di kepalanya," katanya kepada seorang wartawan Afghanistan yang bekerja untuk ABC.

Esmat membenarkan keterangan Mohammad Masoom, bahwa tampaknya ada upaya dari Australia untuk mengobati luka adiknya yang berusia enam tahun.

"Mereka memberinya perban dan suntikan. Mereka tidak membuang perban itu."

Menurut Esmat, dia mendapati ada uang 1.500 dolar AS yang ditaruh pada mayat ayah dan adiknya itu. Dia menolak tudingan pasukan SAS bahwa ayahnya bersenjata.

"Dia hanya petani. Dia belum pernah melihat pistol. Dia sedang tidur pulas ketika ditembak mati," katanya.

Terbunuh sia-sia

Para prajurit SAS yang terlibat dalam serangan itu adalah bagian dari Satuan Tugas Operasi Khusus Angkatan Bersenjata yang sedang melakukan rotasi ke-20 di provinsi itu.

Ketua Komnas HAM Afghanistan Shaharzad Akbar.

ABC News: Andrew Quilty

Esmat menceritakan bahwa dirinya kemudian bertemu seorang tentara Australia yang tidak ikut dalam serangan, untuk membahas pembunuhan ayah dan adiknya.

"Mereka mengakui, kami salah, maafkan kami. Saya jawab, bagaimana kami bisa memaafkanmu? Kenapa kalian tidak memikirkan ini sebelumnya?" ujarnya.

"Kami tidak memaafkan mereka," tegas Esmat.

Esmat menjelaskan bahwa komandan Taliban yang ditangkap dalam serangan itu, Mullah Sardar, justru tidak lama ditahan oleh pasukan Australia.

"Mullah Sardar dipenjara selama enam hingga tujuh bulan dan mereka membebaskannya lagi," kata Esmat.

"Dia bebas sekarang ini. Ayah kami yang malang justru dibunuh secara sia-sia," katanya.

Penangkapan Mullah Sardar dibenarkan oleh pemuka masyarakat setempat, Haji Toor Jan. Menurut dia, Sardar dipenjara selama sekitar enam bulan dan dibebaskan setelah pemuka masyarakat melobi untuk pembebasannya.

Hal senada disampaikan oleh ketua Komnas HAM Shaharzad Akbar. "Investigasi kami menyimpulkan bahwa Bismillah sama sekali tidak menyerang pasukan Australia," katanya.

"Dia bukan ancaman. Dia hanya warga sipil. Kami belum punya bukti bahwa dia terlibat dalam pertempuran," jelas Shaharzad.

Dikatakan, penyelidikan lebih lanjut atas kasus ini akan memberi "keadilan kepada para korban".

Mantan Gubernur Propinsi Uruzgan, Amir Muhammed Akhundzada, menyaksikan apa yang terjadi setelah penembakan dan secara resmi menyampaikan keberatan terhadap pasukan Australia.

ABC News: Bilal Sarwary

Seorang saksi yang melihat secara langsung akibat tragis kejadian ini adalah Gubernur Uruzgan saat itu, Amir Muhammed Akhundzada.

Menurut dia, dirinya membuat pengaduan resmi ke pihak Australia tentang serangan mematikan itu.

"Ada operasi Australia yang positif, tapi ada pula yang memiliki kekurangan. Kami sering bertengkar dengan mereka," kata Akhundzada yang ditemui di Kota Kabul.

"Penduduk membawa mayat korban serangan di Ala Balogh itu ke rumah gubernur. Banyak orang. Mereka menangis meraung-raung," jelasnya.

"Saya langsung menelepon komandan yang bertanggung jawab atas serangan itu. Aku menjelaskan situasi menyakitkan itu dan menyampaikan keberatan resmi dari kantor gubernur," ujar Akhundzada.

Sedang diselidiki

Informasi yang diperoleh ABC menyebutkan serangan Pasukan SAS di Desa Ala Balogh di tahun 2013 itu sedang diselidiki oleh pihak Inspektur Jenderal Angkatan Bersenjata Australia.

Penyelidikan yang telah berlangsung sejak Mei 2016 ini dimulai setelah beredar desas-desus dugaan kejahatan perang di kalangan pasukan khusus, didukung hasil penelitian sosiolog Dr Samantha Crompvoets di Canberra.

Asisten Irjen Angkatan Bersenjata Australia Paul Brereton ditunjuk untuk memimpin penyelidikan ini.

Puluhan prajurit yang pernah bertugas di sana telah dimintai keterangan. Awal tahun ini Hakim Brereton bahkan datang ke Afghanistan untuk penyelidikan lebih lanjut.

Pada bulan Juli 2019, ABC mengajukan permintaan dokumen penyelidikan kasus ini berdasar UU Kebebasan Informasi. Dokumen yang diminta mencakup 200 halaman tapi Angkatan Bersenjata menolaknya.

Dalam penolakannya itu disebutkan bahwa membuka dokumen dimaksud dapat merusak keamanan, pertahanan atau hubungan internasional negara ini.

Selain itu, Angkatan Bersenjata berdalih bahwa materi tersebut terdiri atas informasi "taktik, teknik dan prosedur" selama operasi perang.

Juru bicara Angkatan Bersenjata mengatakan tidak tepat jika pihaknya mengomentari insiden di Desa Ala Balogh itu.

Simak berita selengkapnya dalam Bahasa Inggris di sini.