Kepepet Jadi Alasan Banyak Mahasiswa Rela Jual Diri

Ilustrasi bercinta/seks.
Sumber :
  • Freepik/ijab

Ketika kehabisan uang dan terpaksa mencuri susu dari asrama mahasiswa, seorang pria yang tak ingin disebutkan namanya berpikir cuma ada satu cara baginya untuk mencari uang dengan cepat.

Pria itu berkata saat masih mahasiswa ia pernah beberapa kali melayani laki-laki demi mendapatkan upah antara £20 (sekitar Rp360.000) hingga £120 (Rp2,1 juta) setiap kalinya.

"Pekerjaan seperti itu selalu dalam radar saya sebagai cara mudah mencari uang di saat-saat sulit. Saya hanya melakukannya saat benar-benar butuh," katanya.

Akhirnya orang tuanya mengetahui pekerjaannya itu dan ia berhenti. Ia tak pernah menceritakannya kepada siapa pun, termasuk pacarnya sekarang.

Kini ia punya pekerjaan. Namun ia merasa tak berhak menasihati mahasiswa lain yang berjuang untuk bisa mendapatkan uang.

"Mengingat kembali masa itu, saya menyesal. Namun jika saya berada dalam situasi seperti itu lagi, mungkin saja saya akan tetap melakukannya," katanya.

Uang darurat

Sebuah survei terhadap para mahasiswa menyebutkan satu dari 25 orang mahasiswa melakukan pekerjaan seks komersial, termasuk berkencan dengan pria paruh baya, menjual pakaian dalam, serta menjual layanan seks.

Tahun ini, proporsi jumlah mahasiswa yang melakukan pekerjaan seks komersial berganda dari survei tahun lalu.

Sedangkan 6% lainnya menyatakan mereka akan melakukan pekerjaan itu seandainya butuh uang dalam keadaan darurat.

Hampir empat dari lima mahasiswa khawatir tak bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka, menurut survei yang dipublikasikan akhir Agustus lalu itu.

Seorang mahasiswi, yang juga minta dirahasiakan namanya, menyatakan kaget akan jumlah rekannya yang terlibat pekerjaan seks komersial demi memenuhi kebutuhan dasar.

"Saya tidak pernah semiskin ini sebelum saya menjadi mahasiswi. Uang sewa kamar sangat mahal. Setiap belanja, saya cuma bisa beli pizza beku murahan yang siap masuk oven," katanya.

Dalam keputusasaan, ia mendapat informasi di media sosial untuk menjual foto dirinya ke sebuah situs web fetish. Ia bisa mendapat £100 (sekitar Rp1,8 juta) atau lebih dengan menjual foto kakinya.

"Saya terbuka soal ini. Ayah saya tahu. Pacar saya juga tahu. Saya tidak menyesal karena saya menemukan jalan cari uang untuk makan," katanya.

"Tapi kehidupan universitas mengerikan karena mendorong saya untuk sampai pada pekerjaan seperti itu. Tak adil menurut saya. Ini akan selamanya menjadi kenangan pahit bagi saya," katanya.

Survei menemukan bahwa 57 persen dari responden mengalami gangguan kesehatan mental karena khawatir soal uang. Angka tersebut naik 11 persen dari tahun lalu.

Ahli psikoterapi Hannah Morish mengatakan pekerjaan seks komersial bisa dengan mudah menyebabkan kecemasan dan depresi.

"Pekerjaan seks komersial bisa membuat seseorang merasa terkucil karena stigma yang melekat padanya. Artinya, jika mahasiswa itu sudah punya pengalaman negatif atau berbahaya, mereka mungkin merasa tidak bisa membicarakan itu, dan ini bisa membuat mereka semakin merasa terkucil dan kesepian," katanya.

"Kampus dan senat mahasiswa perlu meninjau ulang apakah mereka memiliki penasihat atau ruang aman di kampus untuk mendukung mahasiswa yang terlibat dengan pekerjaan seperti itu."

Jake Butler dari Save the Student mengatakan ketersediaan dana dan beasiswa untuk mahasiswa harus dijadikan prioritas utama.

"Meningkatnya jumlah mahasiswa yang terlibat pekerjaan seks komersial dalam dua tahun terakhir ini sangat mengkhawatirkan. Namun ini bukannya tak terduga mengingat situasi finansial yang mereka hadapi," katanya.