Cerita Pedih Keluarga Korban Penyelundupan Manusia dalam Kontainer

Le Minh Tuan, ayah Le Van Ha yang berusia 30 tahun. Dia kini harus membesarkan cucunya. - Getty Images
Sumber :
  • bbc

Suasana memilukan begitu terasa di dalam rumah bersahaja milik Le Van Ha di Vietnam selagi keluarga besarnya berupaya menerima kenyataan bahwa dia merupakan salah satu dari 39 jenazah yang ditemukan di dalam kontainer berpendingin di Essex, Inggris.

Nenek Le menatap nanar, menutupi wajah dengan kedua tangannya. Istri Le duduk tanpa bersuara, menolak tawaran makan dari keluarganya. Ayahnya, Le Minh Tuan, memeluk cucu laki-lakinya dengan erat sembari menangis.

Kisah Le Van Ha, yang berujung nahas, merupakan cerita khas seorang pemuda dari pelosok Vietnam, miskin dan mengandalkan hasil bertani. Dia mengikuti jejak ribuan orang lainnya, ke luar negeri untuk mencari penghasilan yang lebih baik. Dia bertolak ke Eropa tiga bulan lalu, sebelum putra keduanya lahir.

Keluarga Le meminjam uang untuk membangun rumah mereka. Adapun biaya perjalanan ke Inggris sebesar 20.000 euro (sekitar Rp360,8 juta) didapat Le dari hasil menggadaikan dua bidang tanah.

Pembayaran semua utang itu bergantung dari keberhasilan Le mendapatkan pekerjaan di Inggris dengan upah yang besar. Namun, dunianya tiba-tiba runtuh.


Le Minh Tuan memeluk cucunya sembari menangis. Dia khawatir putranya, Le Van Ha, merupakan di antara korban tewas di dalam kontainer di Essex, Inggris. - Getty Images

"Dia meninggalkan kami dengan utang yang besar," kata Le Minh Tuan, ayahnya.

"Saya tidak tahu apakah kami bisa membayarnya kembali. Saya sekarang sudah tua, kesehatan saya buruk, dan saya harus membantu membesarkan anak-anaknya," imbuhnya.

Le Minh Tuan yakin putranya sudah meninggal dunia. Sebelumnya dia menerima pesan di Facebook yang mengatakan putranya akan bertolak ke Inggris. Diyakini bahwa sebagian besar korban tewas di dalam kontainer berasal dari distrik yang sama, Yen Thanh.


Bui Thi Nhung berasal dari Provinsi Nghe An, Vietnam. - Reuters

Para tetangga berdatangan untuk memberi penghiburan kepada keluarga yang ditinggalkan. Mereka berdoa bersama di depan altar keluarga yang memampang foto orang-orang yang hilang.

Di salah satu altar terdapat foto Bui Thi Nhung yang sedang tersenyum, remaja perempuan berusia 19 tahun. Keluarganya berdoa agar dia tidak berada di dalam kontainer.

Kakaknya, Bui Thi Loan, mengatakan dia telah bertukar pesan di Facebook pada 21 Oktober, ketika Bui Thi Nhung menyebut dirinya berada "dalam penyimpanan".

"Belum ada informasi yang diverifikasi," katanya. "Kabar itu hanya di internet dan media sosial jadi kami masih punya harapan."

"Kami tahu ada tiga truk kontainer yang menuju Inggris pada saat itu, sehingga kami berharap ada mukjizat dan dia ternyata berada di kontainer yang berbeda."

Bui Thi Loan menyebut Nhung adalah yang terpandai di antara empat saudara kandung dan punya banyak teman yang membantunya menggalang dana untuk perjalanannya. Keluarganya tidak harus menggadaikan atau menjual sesuatu.

Kini mereka mengharapkan kabar baik, atau kalaupun dia meninggal dunia, mereka bisa membawa jenazahnya kembali ke Vietnam.

Rumah-rumah baru di distrik tersebut merupakan bukti kiriman uang warga Vietnam yang bekerja di luar negeri. Inggris tampaknya menjadi destinasi yang disukai. Beberapa lainnya bekerja di negara seperti Rusia atau Romania – tempat yang mereka sebut sangat sulit mendapatkan pekerjaan dengan upah bagus.


Seorang perempuan Vietnam berdiri di depan rumah yang sedang dibangun di Distrik Yen Thanh, Vietnam. - Getty Images

Mereka menjelaskan bagaimana mereka menghadapi razia polisi di Prancis karena status ilegal yang mereka sandang. Namun, di Inggris, ada komunitas Vietnam yang kuat dan ada pekerjaan di salon kuku, restoran, atau lahan pertanian.

Makelar yang memberangkatkan mereka adalah bagian dari jaringan global yang meminta uang besar atas jasa memindahkan manusia lintas perbatasan secara ilegal. Jumlah yang dibayarkan beragam, dari sekitar 10.000 pound sterling (Rp180,4 juta) hingga di atas 30.000 poundsterling (Rp538,7 juta). Jumlah yang paling besar untuk "layanan VIP".

Kebanyakan dari mereka keluar Vietnam melalui China. Begitu mencapai Selat Inggris, satu-satunya cara yang paling diandalkan adalah diselundupkan di dalam kontainer, lepas dari berapapun uang yang dibayar ke penyelundup.

Sesudah tragedi di Essex, Perdana Menteri Vietnam, Nguyen Xuan Phuc, memerintahkan jaringan penyelundup diselidiki. Namun, jaringan tersebut sudah menjadi masalah serius, bahkan sering melibatkan perempuan dan anak-anak. Tahun ini Vietnam turun peringkat dalam laporan tahunan Penyelundupan Manusia yang disusun Departemen Luar Negeri AS.

Apapun langkah yang ditempuh pemerintah, besarnya uang yang didulang dari jaringan penyelundup manusia membuat bisnis itu masih terus berkembang di Vietnam.