Tewasnya Abu Bakr al-Baghdadi, Berkah AS Kuasai Ladang Minyak Suriah

Presiden AS Donald Trump.
Sumber :
  • Twitter.com/@realDonaldTrump

VIVA – Pentolan teroris ISIS Abu Bakr al-Baghdadi tewas akibat bom rakitan yang menempel di rompi yang melekat di tubuhnya. Ia memilih meledakkan diri ketimbang harus ditangkap oleh pasukan khusus Amerika Serikat (AS), Delta Force.

Tubuh tokoh teroris nomor wahid yang kepalanya dihargai US$25 juta atau Rp350 miliar itu akhirnya dibuang ke laut oleh militer AS.

Lantas, apakah tugas AS sudah selesai pascakematian Abu Bakr al-Baghdadi? Jawabannya tidak. Pernyataan Presiden AS Donald Trump inilah yang mengungkap tabir alasan sebenarnya AS ngotot memerangi ISIS di Suriah.

Tak lama setelah mengumumkan kematian Abu Bakr al-Baghdadi, ia meminta perusahaan minyak raksasa ExxonMobil dan Chevron segera mengoperasikan ladang minyaknya di Suriah.

ExxonMobil dan Chevron adalah dua perusahaan minyak AS yang beroperasi di Timur Tengah. Donald Trump berdalih melindungi ladang-ladang minyak di Suriah adalah prioritas utama pemerintahannya supaya tidak jatuh ke tangan militan ISIS.

'Penyakit akut' AS

Bom meledak di Suriah.

Suriah memproduksi sekitar 380 ribu barel minyak per hari sebelum perang saudara di negara itu meletus delapan tahun lalu. Laporan IMF pada 2016 memperkirakan bahwa produksi telah menurun menjadi hanya 40 ribu barel per hari.

Tapi, sisi lain, warga Kurdi dibikin marah karena dibiarkan berjibaku sendirian melawan militer Turki. Padahal Kurdi adalah sekutu pasukan AS di Suriah dalam memerangi ISIS.

"Dulu, minyak untuk mendanai ISIS dan membantu warga Kurdi. Karena, ladang-ladang minyak itu pada dasarnya telah direbut dari warga Kurdi. Kini, minyak bisa membantu kita. Yang akan saya lakukan di sini meminta ExxonMobil untuk pergi ke sana dan memanfaatkan sumber minyak itu dengan sebaik-baiknya,” ungkap Donald Trump, seperti dikutip dari VOA, Kamis, 31 Oktober 2019.

Meninggalkan Kurdi namun melindungi ladang-ladang minyak di Suriah. Itulah 'penyakit akut' AS untuk memuaskan hawa nafsu demi sebuah tujuan. Lagu lama kaset baru.

Sebab, kejadian serupa pernah terjadi pada 2003, di mana mereka menginvasi Irak, yang dalihnya, negeri Seribu Satu Malam itu punya senjata pemusnah massal.

Niat Donald Trump ini justru memicu pertanyaan apakah menguasai minyak Suriah adalah hal yang legal. Namun, Senator Lindsey Graham dari Partai Republik menegaskan bahwa hal itu tidak melanggar hukum internasional. Ia pun mendukung penuh langkah yang dilakukan Donald Trump.

"Dalam pandangan saya, apa yang dilakukannya hanyalah akal sehat kebijakan luar negeri. Ini adalah win-win," tegas Graham. Ia juga menyebut ladang-ladang minyak tersebut saat ini berada di tangan Pasukan Demokrat Suriah (SDF), yang merupakan Kurdi Arab dan sekutu AS.

Bahan sengketa

Operasi militer AS memerangi ISIS di Suriah.

"SDF tentu akan mendapatkan lebih banyak uang jika kita bisa memodernisasi ladang minyaknya," jelas dia. Sementara itu, sejumlah pengamat dan pakar mengatakan bahwa langkah AS ingin menguasai ladang minyak di Suriah 'sangatlah tidak bermoral'.

"Gagasan bahwa Amerika akan 'menyimpan minyak' di tangan ExxonMobil atau perusahaan AS lainnya tidak bermoral dan mungkin ilegal," kata Jeff Colgan, seorang profesor ilmu politik dan studi internasional di Brown University.

Ia juga mengatakan perusahaan-perusahaan AS akan menghadapi sejumlah tantangan praktis untuk beroperasi di Suriah. Bahkan, mendapatkan ExxonMobil atau perusahaan minyak besar lainnya untuk mengembangkan minyak Suriah akan terhambat mengingat infrastruktur yang relatif terbatas dan output yang kecil.

Laurie Blank, direktur Center for International dan Comparative Law menyebutkan, bukan hanya langkah hukum yang meragukan tetapi mengirim pesan ke seluruh wilayah dan dunia bahwa AS terang-terangan ingin mencuri minyak di Suriah.

"Presiden Donald Trump agaknya memusatkan pikiran pada minyak karena masih menggunakan konsep lama tentang perang. Karena banyaknya pihak yang terlibat dalam konflik di Suriah, seperti Rusia, Kurdi, tentara Suriah dan bahkan pejuang-pejuang Iran, penguasaan ladang-ladang minyak pastilah akan menjadi bahan sengketa," ungkapnya.