Penculik 3 WNI Pernah Penggal Kepala Pasukan Khusus

Ilustrasi pasukan khusus sedang mengintai.
Sumber :
  • US Navy

VIVA – Kementerian Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Kementerian Pertahanan, serta Kementerian Luar Negeri terus berupaya memulangkan 3 warga negara Indonesia (WNI) yang diculik oleh kelompok teroris Abu Sayyaf di Filipina Selatan.

Pelaksana Tugas (Plt) Juru Bicara Kementerian Luar Negeri, Teuku Faizasyah, memastikan komunikasi antara pemerintah Indonesia dan Filipina terus berjalan sebagai bagian upaya pembebasan 3 WNI yang berprofesi sebagai nelayan tersebut.

“Tidak semua hal bisa dikomunikasikan tetapi komunikasi antara pemerintah tetap berjalan, dan komunikasi antara pemerintah dengan tokoh-tokoh masyarakat di sana yang kita nilai memiliki potensi untuk pembebasan di sana,” kata Faizasyah.

Sementara itu, Menhan Prabowo Subianto telah bertemu Menkopolhukam Mahfud MD membahas pembebasan tiga WNI yang disandera di Filipina Selatan. "Ya, kami sedang membahas. Nanti diinformasikan," ungkap mantan Danjen Kopassus TNI AD itu.

Ketiga nelayan yang diculik dan disandera itu adalah Samiun Maneu (27), Maharudin Lunani (48), dan putranya bernama Muhammad Farhan (27). Abu Sayyaf meminta uang tebusan sebesar 30 juta peso atau Rp8,37 miliar.

Mereka diculik saat melaut dan mencari udang di Pulau Tambisan, Lahad Datu, Sabah, Malaysia pada 24 September 2019. Seperti diketahui, penculikan WNI oleh Abu Sayyaf bukan kali ini saja terjadi.

Salah satu yang bikin heboh pada 2016. Kala itu, 18 personel pasukan khusus Filipina dibantai Abu Sayyaf sebagai upaya untuk membebaskan 10 WNI yang diculik. Dari 18 personel, 4 di antaranya dipenggal kepalanya oleh Abu Sayyaf.

Berdasarkan data yang diolah VIVA, Jumat, 13 Desember 2019, bahwa pasukan khusus yang dihabisi Abu Sayyaf itu berasal dari Batalion Khusus Ke-4 dan Batalion Infanteri ke-44.

Pasukan Batalion Khusus Ke-4 yang diterjunkan untuk memburu militan Abu Sayyaf bukan pasukan sembarangan, mereka merupakan bagian dari pasukan penerjun payung atau lintas udara. Pasukan ini berada di bawah komando Pasukan Resimen Khusus.

Pasukan khusus ini berdiri pada 1960-an oleh Kapten (Inf) Fidel V Ramos, sekaligus komandan pertama di pasukan tersebut. Ramos pernah menjabat sebagai Presiden Filipina di era 1990-an.

Pasukan ini dilatih melalui Operasi Perang Non-konvensional dan Operasi Perang Psikologis, bahkan dilatih langsung oleh Pasukan Khusus AS yang dikenal dengan Baret Hijau (Green Berets). Sejak berdiri, pasukan ini sudah diterjunkan untuk mengatasi pemberontakan dan terorisme, utamanya kelompok militan Moro.

Kini, mereka ikut berhadapan dengan Abu Sayyaf dalam misi pembebasan sandera. Sementara Batalion Infanteri ke-44 berada di bawah komando Divisi Regular Pertama, yang juga dikenal dengan nama Divisi Tabak, yang dibentuk pada 5 Mei 1936.