Mengungkap Kebohongan Ramalan Jakarta Diguncang Gempa 8,9 SR

Suasana Jakarta.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto

VIVA – Pesan berantai tentang Jakarta dan Pulau Jawa yang diramalkan bakal diguncang gempa berskala besar, mencapai 8,9 Skala Richter, dipastikan hasil rekayasa alias pelintiran dari pihak tak bertanggungjawab.

Dalam siaran resminya Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika menyatakan, pesan berantai tentang ramalan itu merupakan informasi yang menyesatkan dan membuat resah masyarakat.

"Setelah kami cek, berita yang beredar baru-baru ini merupakan berita lama dan disebar ulang ke masyarakat. Namun, disayangkan ada pihak yang mengemas dan membumbui pesan ilmiah tersebut sehingga diinterpretasikan sebagai ramalan. Perlu kami tegaskan kembali bahwa hingga saat ini belum ada satupun teknologi yang mampu memprediksi gempabumi secara presisi mengenai kapan dan berapa kekuatannya," kata Deputi Bidang Geofisika BMKG, Muhamad Sadly, Senin, 27 Agustus 2018.

Dalam pesan berantai itu, penyebar informasi mengaitkan dengan hasil penelitian Profesor Ron Harris dari Bringham Young University.

Menurut Sadly, sebenarnya dalam penelitiannya, Profesor Ron Harris tidak membahas tentang gempa yang akan terjadi. Tapi mengkaim tentang sejarah tsunami di masa lalu alias paleo tsunami.

Dalam kajiannya, Profesor Ron Harris menyebutkan, di Indonesia pernah terjadi gempa besar yang mengakibatkan tsunami selain di Aceh, kondisi ini terlihat dari endapan purba di Pulau Jawa, Bali, Lombok dan Sumba di bagian selatan.

Hal ini dikarenakan Indonesia terletak berada di jalur gempa teraktif di dunia, karena dikelilingi Cincin Api Pasifik dan berada di atas tiga tumbukan lempeng benua, yakni, Indo-Australia dari sebelah Selatan, Eurasia dari Utara, dan Pasifik dari Timur.

Tapi, kata Sadly, penjelasan kapan dan dimana tempatnya secara pasti masih tanda tanya besar. Dijelaskan, Indonesia merupakan satu dari sedikit negara di dunia yang sepenuhnya terletak di dalam kawasan cincin api sehingga bencana bisa terjadi sewaktu-waktu.

Fakta kondisi inilah yang perlu dipahami masyarakat Indonesia sehingga perlu dibutuhkan sikap kesiapsiagaan dan mitigasi.

"Kesiapan terhadap bencana alam yang harus terus dibudayakan melalui sosialisasi dan edukasi publik secara menerus, yang disertai dengan praktik-praktik gladi siaga dan evakuasi gempabumi,  juga merupakan kunci pengurangan risiko bencana gempa selain kewajiban untuk memperketat penerapan "Building Code"  bangunan tahan gempa di lokasi rentan," ujarSadly.

Sadly mengimbau masyarakat untuk tetap tenang dan tidak mudah percaya informasi yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenaran dan ketepatan informasinya.
 
"Pastikan informasi terkait gempabumi bersumber dari BMKG. Silakan akses info BMKG melalui website maupun media sosial ‘infobmkg’ bukan yang lain. Kami terus memantau selama 24 jam," ujar dia.