Angka Perceraian di Depok Tinggi, Belum Setahun Sudah 5.000 Kasus

Pengadilan Agama Kota Depok
Sumber :
  • Zahrul (Depok) / VIVAnews

VIVA – Sebagai salah satu kota berkembang, Depok  tak lepas dari sederet problematika. Salah satu yang cukup meresahkan adalah tingginya angka perceraian. Data Pengadilan Agama setempat mencatat, kasus perceraian di kota itu telah mencapai angka 5.000 perkara hingga Oktober 2018.

Panitera Pengadilan Agama Depok, Entoh Abdul Fatah mengungkapkan, angka itu melonjak dari tahun sebelumnya yang hanya sekira 4.000 kasus. Ironisnya lagi, mereka yang memilih mengakhiri biduk rumah tangga rata-rata masih di kisaran usia produktif, yakni antara 30-35 tahun.

"Pada tahun 2014, kami mencatat angka perceraian ada sekitar 4.000 kasus. Sedangkan untuk 2018, sampai dengan Oktober ini, ada sekitar 5.000 kasus. Per harinya rata-rata kami terima aduan atau pelaporan berkas sebanyak 30 perkara," katanya pada wartawan saat ditemui di ruang kerjanya, Senin 5 November 2018.

Entoh menilai tingginya angka perceraian di Kota Depok dikarenakan banyak warga yang telah melek hukum. Dan biasanya, faktor pemicu yang kerap kali jadi alasan sepasang suami istri bercerai adalah karena perselisihan atau pertengkaran.

"Alasannya beragam, ada yang karena sudah tidak cocok. Tidak cocok tapi sudah punya tiga anak, misalnya. Terus juga ada karena pengaruh gadget atau media sosial. Kenalan di medsos dan lainnya," jelas Entoh

Adapun data penyebab perceraian secara rinci yakni, karena faktor zina sebanyak 23 kasus, mabuk 25 kasus, madat 10 kasus, judi 24 kasus, meninggalkan salah satu pihak 562 kasus, dihukum penjara 39 kasus, poligami 23 kasus, kekerasan dalam rumah tangga 192 kasus, cacat badan 2 kasus, perselisihan dan pertengkaran secara terus menerus sebanyak 1.421 kasus, murtad 13 kasus dan terakhir karena faktor ekonomi sebanyak 896 kasus.

"Jujur kami pun prihatin dengan kondisi ini, karena itu biasanya sebelum masuk ke persidangan kita selalu adakan mediasi, kita pertemukan dua orang tersebut kita nasihati-lah istilahnya, nanti mereka yang menentukan, mereka mau baikan atau lanjut ke persidangan. Namun rata-rata jika sudah ke pengadilan biasanya lanjut ke persidangan sih," kata Entoh

Terkait hal itu, Entoh pun mengimbau pada warga Depok untuk bisa saling memahami satu sama lain dan tidak menikah pada usia remaja. "Kasus seperti ini balik lagi ke diri masing-masing. Harus bijak dalam mengambil keputusan karena ini akan berdampak tidak hanya pada diri sendiri, tapi juga pada anak," ujarnya.