KPK Surati Anies Baswedan Terkait Swastanisasi Air di Jakarta

Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Febri Diansyah
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Aprillio Akbar

VIVA – Komisi Pemberantasan Korupsi menyatakan telah mengirimkan surat kepada Gubernur Provinsi DKI, Anies Baswedan soal klarifikasi terkait kebijakan swastanisasi air minum di Provinsi DKI Jakarta. 

"Kami perlu meminta penjelasan Tim Evaluasi Tata Kelola Air Minum, karena KPK sedang mencermati sejumlah aspek dalam pengelolaan air minum di DKI ini dan terdapat risiko klausul perjanjian kerja sama yang tidak berpihak pada kepentingan Pemerintah Provinsi DKI dan masyarakat pada umumnya," kata Juru Bicara KPK, Febri Diansyah melalui pesan singkatnya, Jumat 10 Mei 2019.

Febri mengatakan hal itu menjadi perhatian KPK, lantaran selain objeknya terkait kebutuhan dasar masyarakat luas, akan terdapat risiko-risiko penyimpangan, jika sejumlah persoalan yang sudah dibahas dalam persidangan mulai di tingkat Pengadilan Negeri hingga Mahkamah Agung tidak menjadi perhatian Pemprov DKI.

"Sehingga, siang ini Direktorat Pengaduan Masyarakat meminta penjelasan Tim Tata Kelola mengenai rencana Pemprov DKI, terkait dengan berakhirnya kontrak tahun 2023 dengan Palyja dan Aetra," kata Febri.

Febri menambahkan, pertemuan digelar Jumat siang ini di kantor KPK yang akan dihadiri oleh Direktorat Pengaduan Masyarakat bersama Direktorat Litbang KPK.

Salah satu yang jadi perhatian KPK, yakni perkembangan perkara swastanisasi air Provinsi DKI Jakarta sejak Pengadilan Negeri hingga Mahkamah Agung. Sebagaimana berkembang di dalam proses peradilan tersebut, terdapat risiko kerugian terkait perjanjian kerja sama antara PAM Jaya, Aetra, dan Palyja, yaitu sekitar Rp1,2 Triliun. 

Karena itu, tekan Febri, meskipun MA telah memutus peninjauan kembali (PK) dalam perkara ini, namun sejumlah temuan substansial perlu tetap diperhatikan agar tak merugikan kepentingan Pemprov DKI dan masyarakat secara luas.

"Kami berharap, proses yang sedang berjalan di Pemprov DKI benar-benar dilakukan secara akuntabel, menerapkan prinsip-prinsip integritas dan meletakkan kepentingan masyarakat sebagai alat ukur utama dalam mengambil kebijakan. Hal ini penting dilakukan, agar meminimalisir risiko terjadinya korupsi di masa mendatang," tambahnya.

Polemik tentang pengelolaan air di DKI Jakarta berlanjut setelah Mahkamah Agung mengabulkan permohonan PK atas putusan kasasi tentang privatisasi air.

Putusan PK tersebut menganulir putusan kasasi pada 10 April 2017 bahwa pengelolaan air harus dikembalikan dari dua perusahaan swasta, PT Lyonnaise Jaya (Palyja) dan PT Aetra Air Jakarta, kepada Pemerintah Provinsi.

Dikabulkannya permohonan PK dari Kementerian Keuangan itu dikonfirmasi juru bicara MA, Abdullah. "Iya kabul, tetapi amar lengkapnya belum bisa disampaikan," kata Abdullah 

Simak berita selengkapnya di tautan ini. (asp)