Putar Lagu Wali Kota Depok di Lampu Merah Tuai Kritik, Dianggap Aneh

Pantauan lalu lintas di kota Depok, Jawa Barat, melalui ruang kontrol.
Sumber :
  • VIVA/Zahrul Darmawan

VIVA – Wacana pemutaran lagu yang dinyanyikan Wali Kota Depok di sejumlah lampu lalu lintas (traffic light) langsung mengundang kritik. Alih-alih ingin mengurangi tingkat stres pengguna jalan saat macet, kebijakan tersebut dipandang aneh.

Demikian kritik dari pakar kebijakan publik Universitas Indonesia, Lisman Manurung. “Pertama, tujuannya apa dulu, agar pengendara itu patuh. Kalau menurut saya, itu kreatif. Tapi kalau birokrasi, di mana pun itu segala sesuatunya sudah teruji. Sebenarnya jalan itu di semua negara tidak perlu diedukasi. Traffic light itu sudah mengatur, artinya standar dunia,” kata Lisman, Rabu 17 Juli 2019.

Dia mengingatkan bahwa fungsi dasar lampu lalu lintas adalah mengatur dan memberi beban kepada siapa pun agar tidak melanggar. Karena itu, tidak ada hubungan dengan niat baik atau buruk membuat kebijakan dengan ketertiban lalu lintas.

“Maksud saya, lampu merah itu sudah sistem digunakan untuk mengatur alur lalu lintas. Semua sudah dipatenkan. Kalaupun bakalan ada, suarakan untuk orang buta,” ujarnya.

Jika tujuan lainnya untuk menghibur, menurut Lisman, jangan sampai berseberangan. “Kalau ada bunyian enggak masalah, tapi difungsikan dengan baik. Contoh, untuk yang buta gimana kalau kebijakan nyanyian tersebut diikuti tanpa distabilkan dengan fasilitas.”

Memutar lagu di lampu lalu lintas, menurut Lisman, bisa kontra-produktif. “Jadi ini kurang tepat maksudnya. Yang repot andaikan orang berhenti karena menikmati fasilitas tersebut. Jadi jangan bikin yang aneh,” lanjut dia.

Lisman berpendapat, pelayanan publik itu basisnya adalah kebijakan publik yang dibungkus pada aturan. Dia tak menolak inovasi atau kreasi, tetapi jangan sampai membuat kebijakan yang berisiko, misalnya, nanti malah orang menikmati lagunya, bukan mematuhi rambu-rambu lalu lintas. “Baiknya bunyi peringatan yang lebih sederhana,” ujar dia. (ren)