Sedih, 4 Anak Anjing Menyusu pada Bangkai Induk yang Terpenggal

Anak-anak anjing sedang menyusu pada induk yang telah mati.
Sumber :
  • VIVA/Jo Kenaru-NTT

VIVA – Pemilik akun facebook Beku Leandra Dhiu, mem-posting empat ekor anak anjing yang menyusu pada induknya yang telah mati. Sedihnya lagi, tubuh si induk tergeletak tanpa kepala.

Semoga tetap sehat anak- anak anjingku yang malang. Saya akan berusaha agar kalian tetap hidup,” tulis pemilik akun di timeline untuk memberi keterangan di beberapa foto.

Foto-foto yang di-posting pada malam 4 Desember 2019 itu langsung diserbu beragam komentar netizen. Pemilik akun lalu menjelaskan bahwa kepala anjing dibawa oleh tim eliminasi anjing yang melakukan penertiban HPR (Hewan Penular Rabies).

Dari akun Beku Leandra Dhiu, foto- foto tersebut menjadi viral dan menjadi topik yang masih diperbincangkan publik. MUncul banyak kecaman yang menuntut tim pengendali HPR dan Pemda Manggarai, Timur Nusa Tenggara Timur untuk minta maaf atas kejadian itu.

Pemilik anjing yang bernama Kresentina Dhiu memang tidak melaporkan petugas ke pihak berwajib, namun ia mengutuk perbuatan petugas yang terlihat sadis itu.

"Biasanya, sih ada karma untuk sebuah kekejaman. Tapi saya doakan untuk mereka yang melakukannya agar baik-baik saja," kata Kresentina dihubungi, Minggu 8 Desember 2019.

Dia mengatakan tubuh anjing yang telah jadi bangkai sudah dikuburkan pada hari itu juga. Empat ekor bayi anjing yang masih berumur dua minggu itu bertahan hidup dengan susu formula.

"Anak anjing baik-baik saja, kita kasih susu formula pakai dot. Mereka (anak anjing) sejauh ini baik-baik saja, kita kasihnya tiap 3 jam. Satu dot susu dikasih bergantian," tuturnya.

Kesedihan pemilik anjing

Kresentina Diu menuturkan sebelum anjingnya dibunuh ia menerima surat edaran bahwa pada tanggal 5 Desember 2019 petugas akan melakukan penertiban HPR dan melakukan vaksinasi di lingkungannya yakni Dusun Tanggo Kelurahan Kota Ndora.

Namun ternyata petugas datang lebih cepat sehari sebelum jadwal penertiban. Saat petugas datang Kresentina sedang mengajar. Ibu satu anak ini merupakan seorang guru di SD Leke Kecamatan Borong.

Yang ada di rumah waktu itu adalah Ety, adik Kresentina sementara Marselinus, suami Kresentina, sedang bekerja sebagai tukang bangunan.

"Pas saya pulang lihat anjing saya sudah mati tanpa kepala. Saya langsung teriak dan menangis dan tambah sedih saya lihat anak-anak anjing masih menyusui di induk mereka yang telah mati," tuturnya.

Kresentina lalu memanggil adiknya, Ety. Dari Ety ia mendapat kronologi termasuk aksi arogan petugas yang merangsek masuk ke dalam rumahnya.

"Ceritanya mereka ini tim gabungan ada Pol PP, ada tentara ada juga tim dari Dinas Peternakan. Karena saya ada piara anjing tentu siapa saja tamu yang datang pasti digonggong. Saya ada tiga ekor anjing, dua jantan dan satu betina yang sudah mati ini. Rumah saya agak jauh dari pemukiman. Karena digonggong, petugas ini marah dan mengejar anjing saya. Kebetulan yang induk ini lari ke dalam dapur. Mereka kejar dan dipukul sampai mati di dapur," katanya.

Kresentiana juga menuturkan, para petugas yang datang menuduh anjing yang tidak diikat dan galak merupakan anjing rabies.

"Buktikan anjing saya rabies, ini anjing saya sering suntik (Vaksin Anti Rabies) dan bertahun-tahun tidak pernah gigit orang. Kenapa karena menggonggong lantas disebut rabies," ujarnya.

"Yang saya tidak terima Pak ya, petugas itu seolah pemilik rumah. Adik saya, Ety disuruh keluar sambil gendong anak saya supaya mereka leluasa tutup semua pintu rumah, pintu dapur. Bikin macam rumah sendiri dan pukul anjing saya sampai mati. Lalu mereka potong lehernya, katanya untuk diperiksa di lab rabies," katanya menambahkan.

Jawaban pemerintah

Kasubag Humas Pemda Manggarai Timur, Agus Supratman ketika dihubungi menjelaskan, penertiban Hewan Penular Rabies (HPR) berdasarkan Peraturan Daerah (Perda), Kabupaten Manggarai Timur, Nomor 6 Tahun 2010 tentang Penertiban Penanggulangan dan Pemberantasan Hewan Penular Rabies (HPR).

"Perda ini sudah lama diterbitkan dan juga sudah cukup lama diketahui masyarakat. Hakikat perda ini untuk mengantisipasi terjadinya status Kejadian Luar Biasa (KLB)  penularan HPR di Manggarai Timur. Sebab,  saat ini gigitan HPR di Matim jumlahnya cukup tinggi. Demi menjamin keselamatan nyawa manusia dan mengurangi korban yang berjatuhan akibat kena tular rabies, petugas kontinyu melakukan eliminasi atau pembasmian HPR," jelas dia.

Sebelum melakukan eliminasi, menurut Agus, telah melewati beberapa tahap,  salah satunya penyampaian lisan dan tulisan kepada warga melalui pihak kecamatan yang diteruskan ke kelurahan.

Laporan Jo Kenaru/ Manggarai Timur NTT