Alasan KPK Berani Pakai Rekaman FBI Ungkap Korupsi E-KTP

Setya Novanto
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Rosa Panggabean

VIVA – Komisi Pemberantasan Korupsi menggunakan rekaman hasil wawancara Federal Bureau Investigation atau FBI dengan Direktur Biomorf Lone LLC, mendiang Johannes Marliem, untuk mengungkap keterlibatan Setya Novanto dalam kasus korupsi proyek Kartu Tanda Penduduk Elektronik.

Menurut juru bicara KPK, Febri Diansyah, KPK mengklaim miliki dasar hukum untuk menggunakan dan memutar rekaman hasil wawancara di persidangan Novanto.

"Kerja sama internasional itu diatur kerja sama antara KPK dengan institusi penegak hukum lain di negara lainnya itu diatur di Pasal 12 ayat 1 huruf h atau i UU KPK," kata Febri saat dikonfirmasi awak media, Rabu, 24 Januari 2018.

Pasal 12 ayat 1 huruf h UU KPK menyebutkan, KPK berwenang meminta bantuan Interpol Indonesia ataupun instansi penegak hukum negara lainnya untuk melakukan pencarian, penangkapan, dan penyitaan barang bukti di luar negeri.

Sementara huruf i pada UU tersebut memuat aturan yang memberi kewenangan KPK meminta bantuan kepolisian atau instansi terkait lain untuk melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan dalam perkara tindak pidana korupsi yang sedang ditangani.

Tidak hanya itu, Febri juga mengklaim KPK miliki payung regulasi dari hasil dua konvensi UN Convention against Transnational Organized Crime dan UN Convention against Corruption (UNCAC) yang telah diratifikasi oleh Indonesia.

Konvensi tersebut mengatur tentang pertukaran informasi antar dua negara dalam bidang penegakan hukum.

Febri menjelaskan, pihaknya tak perlu lagi menghadirkan FBI untuk memastikan keaslian percakapan anggota FBI itu dengan Johannes Marliem.

"Tidak dibutuhkan lagi, kan sudah ada komunikasi antar-institusi negara. Nanti hakim yang menilai," kata Febri.

Febri mengungkapkan ini bukan pertama kalinya KPK menjalin kerjasama dengan FBI dalam pengusutan suatu perkara korupsi. Pengusutan kasus pembangunan PLTU Tarahan yang melibatkan pihak PT Alstom, misalnya.

"Beberapa kali menangani kasus lintas negara seperti ini dengan FBI kami pernah kerja sama dalam kasus Alstom dulu," kata Febri.

Sebelumnya, Jaksa KPK memutarkan rekaman percakapan Johannes Marliem dengan pihak FBI yang berlangsung di Los Angeles pada Agustus 2017 itu, di dalam persidangan terdakwa mantan Ketua DPR Setya Novanto.

Keterangan Johanes Marliem kemudian dikonfirmasi Jaksa KPK kepada Andi Narogong di hadapan majelis hakim.

Dalam rekaman yang diputar, terdengar dua hal yang diungkapkan Marliem kepada penyelidik FBI. Pertama, terkait tawar-menawar harga software yang melibatkan Setya Novanto.

Marliem sendiri merupakan perwakilan Biomorf Mauritius, sebuah perusahaan yang menyediakan produk biometrik merek L-1 untuk e-KTP.

Selain itu, Marliem mengaku bersama-sama dengan Andi Narogong memberikan jam tangan merek Richard Mille kepada Setya Novanto. Jam tangan tersebut harganya mencapai US$135.000.

Menurut Marliem, jam tangan tersebut pernah rusak dan dikembalikan oleh Novanto. Oleh Marliem, jam tangan itu dibawa ke butik di Beverly Hills, AS.