Menag Ingatkan Antikorupsi Mestinya Bukan karena Ancaman Neraka

Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin meresmikan pelatihan antikorupsi untuk para birokrat kementerian yang dipimpinnya di Depok, Jawa Barat, pada Jumat, 23 November 2018.
Sumber :
  • VIVA/Zahrul Darmawan

VIVA – Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin meresmikan pelatihan antikorupsi untuk para birokrat kementerian yang dipimpinnya di Depok, Jawa Barat, pada Jumat, 23 November 2018.

Pelatihan hasil kerja sama Inspektorat Jenderal Kementerian Agama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi itu bertajuk Saya Perempuan Anti-Korupsi (SPAK). Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan hadir dalam kesempatan itu.

Lukman mengingatkan para birokrat kementeriannya agar tidak terjerumus perilaku koruptif maupun manipulatif. Sebab perilaku itu tidak hanya bentuk kejahatan tetapi juga berpotensi mengganggu harmoni kehidupan masyarakat.

Dia menyadari, upaya memberantas korupsi bukan proses yang mudah, dan karenanya menuntut kesadaran berperilaku jujur. Dia mengaitkannya dengan agama yang Tuhan ciptakan untuk manusia agar umatnya senantiasa terjaga harkat martabatnya, atau yang populer disebut, agama hadir agar memanusiakan-manusia.

Cara Tuhan mengajak hambanya berbuat kebajikan, katanya, beragam. Ada bahasa atau simbol agar mau melakukan kebajikan maka diberikan iming-iming ganjaran pahala dan surga dengan segala gambaran keindahan dan kenikmatan.

Tuhan melakukan itu karena Tuhan tahu persis ada sebagian hambanya baru mau melakukan kebajikan kalau diiming-imingi; motif pamrih. Sebagian termotivasi sesuatu yang duniawi, misal, agar naik jabatan atau sekadar ingin dianggap baik di mata pimpinan. Itu manusiawi tetapi tergolong pamrih.

Cara kedua, kata Lukman, Tuhan memberikan simbol neraka: tempat yang tidak menyenangkan, penuh siksaan. Sebagian orang tak korupsi karena takut ancaman dosa dan ganjaran neraka. Sesuatu yang manusiawi pula meski tetap pamrih.

“Tapi yang ketiga, Tuhan juga--banyak dalam firmannya--mengatakan perbuatan kebajikan karena rasa cinta; cinta terhadap sesama, sebaik-baiknya kita adalah yang bisa memberikan manfaat ke sesama,” ujarnya.

“Gerakan Saya Perempuan Anti-Korupsi, saya ingin memberikan ruh pada gerakan ini. Ruh itu adalah religiusitas; nilai-nilai agama. Jadi, kalau saya mendukung gerakan ini, kenapa saya harus mendukung gerakan antikorupsi, bukan hanya semata-mata karena pamrih, meski itu sangat manusiawi,” ujarnya.

Korupsi harus diperangi karena jika sesama melakukan hal yang tidak semestinya, menerima yang bukan haknya, akan menimbulkan ketidakharmonisan.

“Kesadaran ini yang ingin saya kedepankan. Saya menolak korupsi karena korupsi menghancurkan sesama, merusak hubungan sosial sesama kita. Orang mendapatkan atau menerima yang bukan haknya. Jika itu terus terjadi kehidupan harmoni terancam dan itu sesuatu yang dilarang agama. Saya harapkan itu muncul dari para agen yang hadir di sini,” ujarnya.

Harus Diikuti Kementerian Lain

Basaria Panjaitan mengatakan, Kementerian Agama yang pertama sekali mengadopsi program Saya Perempuan Anti-Korupsi. Sekarang program itu sudah tersebar di seluruh provinsi.

“Harapannya ini jadi contoh kementerian yang lain. Tidak hanya di Kemenag. Dan semoga hasilnya lebih baik, dengan program ini, khususnya ibu-ibu yang ada di Kemenag, tidak akan menerima gratifikasi dan menjaga keluarganya agar tidak melakukan korupsi melalui nilai-nilai antikorupsi yang pertama kali adalah kejujuran,” katanya.

Semua kementerian, katanya, harusnya melakukan hal yang sama. Kaum ibu harus menjadi pelopor karena bagian penting dalam keluarga. Sebab keluarga ialah bagian terkecil namun vital dalam negara. "Antikorupsi minimal dari keluarga. Mulai dari hal yang kecil, seperti tidak terima hadiah, dan lain-lain.”