Menag Minta Guru Besar Kampus Islam Tangani Intoleransi

Menteri Agama, Lukman Hakim Saifuddin
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Prasetia Fauzani

VIVA - Menteri Agama, Lukman Hakim Saifuddin, menekankan kepada seluruh guru besar di kampus-kampus Islam negeri maupun swasta harus berani terjun langsung ke tengah kehidupan masyarakat untuk menangani praktik intoleran di daerah-daerah.

Hal tersebut diutarakan Lukman seusai menjadi keynote speech The 2nd Islamic Higher Educations Professors (IHEP) Summit dan dialog dengan 150 Guru Besar Perguruan Tinggi Islam di Hotel Grand Aquila, Kota Bandung.

Menurutnya, fenomena aktivitas keagamaan khususnya oleh umat Islam yaitu dakwah mubalig yang menyudutkan kelompok tertentu, politisasi agama Islam beredar dengan mudahnya di masyarakat serta kontroversi pembakaran bendera tauhid di Kabupaten Garut, menjadi tamparan bagi guru besar untuk terjun ke lapangan. Bahkan, baru-baru ini kembali ramai dengan adanya warga Kabupaten Garut Sensen Komara yang mengaku sebagai rasul.

"Mengapa tak pernah ada studi yang mendalam tentang ini? Ini current issues yang ditunggu umat," kata Lukman, Sabtu, 8 Desember 2018.

Menurut Lukman, permasalahan rumit itu menjadi momentum untuk seluruh guru besar di Indonesia memiliki satu pandangan yang sama untuk menangani praktik intoleran.

"Guru besar bisa memiliki persepsi yang sama terhadap soal keagamaan dan kebangsaan, sehingga praktik intoleran yang paling penting adalah praktik penyikapannya bagaimana menindaklanjuti bangsa yang majemuk ini," ujarnya.

Guru besar, lanjut Lukman, harus punya inisiatif aktif di tengah masyarakat dengan posisi-posisi yang dekat dan mudah dijangkau masyarakat. Lukman tak memungkiri, gelar guru besar yang dinobatkan akan menjadi pertaruhan jika masalah intoleran tersebut terus terjadi di tengah masyarakat.

"Tentu tidak hanya di lembaga pendidikan saja, guru besar yang dimiliki sebagai gelar tertinggi lebih diharapkan untuk terjun langsung mengisi ruang publik dengan pandangan-pandangan yang bisa dipertanggungjawabkan secara akademik. Para guru besar tidak hanya terbelenggu pada lembaga, terjun menemui masyarakat, mengisi sosial media dengan pandangan keagamaan," tuturnya. (ase)