Remisi Bagi Pembunuh Jurnalis, Jokowi Dikritik Perburuk Kebebasan Pers

Aksi damai Jurnalis Aceh di depan Masjid Baiturrahman Banda Aceh.
Sumber :
  • VIVA/Dani Randi

VIVA – Jurnalis lintas organisasi di Aceh mengecam pemberian remisi (potongan hukuman) terhadap I Nyoman Susrama, terpidana kasus pembunuhan atas jurnalis Radar Bali AA Narendra Prabangsa. Pemberian remisi oleh Presiden Joko Widodo kepada terpidana pembunuh jurnalis itu dinilai memperburuk kebebasan pers di Indonesia.

Remisi itu tertuang dalam Keppres Nomor 29 tahun 2018 tentang Pemberian Remisi Perubahan dari Pidana Penjara Seumur Hidup Menjadi Pidana Sementara tertanggal 7 Desember 2018. Susrama merupakan satu dari 115 terpidana yang mendapatkan keringanan hukuman tersebut. Hukuman atas dia jadi ringan, dari penjara seumur hidup menjadi 20 tahun penjara. Ini yang mengundang kecaman para pekerja dan pegiat pers.

"Jokowi secara tidak langsung memperburuk kebebasan pers di Indonesia lewat keputusannya yang tidak elok," kata Juliamin dalam orasinya pada aksi damai Jurnalis Aceh menuntut pembunuh tidak diberi remisi di depan Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh, Jumat 25 Januari 2019.

Berdasarkan data Aliansi Jurnalis Indonesia, kasus Prabangsa adalah satu dari banyak kasus pembunuhan jurnalis di Indonesia. Kasus Prabangsa adalah satu dari sedikit kasus yang sudah diusut. Sementara, 8 kasus lainnya belum tersentuh hukum. 

Delapan kasus itu, antara lain, Fuad M Syarifuddin (Udin), wartawan Harian Bernas Yogya (1996), pembunuhan Herliyanto, wartawan lepas harian Radar Surabaya (2006), kematian Ardiansyah Matrais, wartawan Tabloid Jubi dan Merauke TV (2010), dan kasus pembunuhan Alfrets Mirulewan, wartawan Tabloid Mingguan Pelangi di Pulau Kisar, Maluku Barat Daya (2010).

"Banyak kasus pembunuhan Jurnalis belum selesai, hal ini juga diperparah dengan keputusan Jokowi yang memberi remisi terhadap pembunuh jurnalis," ujarnya.

Kasus Prabangsa ini bisa diproses hukum dan pelakunya divonis penjara. Dalam sidang Pengadilan Negeri Denpasar 15 Februari 2010, hakim menghukum Susarama dengan vonis penjara seumur hidup. 

Sebanyak delapan orang lainnya yang ikut terlibat juga dihukum dari 5 tahun sampai 20 tahun. Upaya mereka untuk banding tak membuahkan hasil. Pengadilan Tinggi Bali menolak upaya kesembilan terdakwa, April 2010. 

Kini Presiden Joko Widodo, melalui Keppres No. 29 tahun 2018, memberi keringanan hukuman kepada Susrama. Untuk itu Jurnalis Aceh meminta Presiden Joko Widodo mencabut keputusan presiden pemberian remisi terhadap Susrama. 

"Kami menilai kebijakan semacam ini tidak arif dan memberikan pesan yang kurang bersahabat bagi pers Indonesia," kata Juliamin yang juga merupakan Kepala Bidang Advokasi AJI Banda Aceh. (ren)