Kapolri: Soal Pembebasan Ustad ABB Sudah Dibahas Sejak 2017

Kapolri Jenderal Tito Karnavian.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Wahyu Putro A

VIVA – Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian mengatakan bahwa pembicaraan untuk membebaskan ustaz Abu Bakar Ba'asyir sudah pernah dibicarakan pada tahun 2017. Tapi saat itu momentumnya tidak pas.

Dalam acara Indonesia Lawyers Club yang ditayangkan tvOne, Selasa, 29 Januari 2019, Tito mengatakan bahwa sejak tahun 2017 pemerintah mendapatkan informasi soal sakit yang diderita oleh Abu Bakar Ba'asyir.

Tito menjelaskan, saat itu ada tiga opsi untuk membebaskan ustaz ABB, pertama adalah grasi, lalu amnesti, dan ketiga adalah pembebasan bersyarat.

"Grasi jelas tidak mungkin karena harus didahului dengan pengakuan bersalah lalu minta ampun, ustaz ABB jelas tidak akan melakukan itu. Untuk amnesti, sangat kompleks karena harus melibatkan parlemen. Paling mungkin adalah pembebasan bersyarat," ujar Tito. 

Tapi, pada 2017 itu masa hukuman yang dijalani oleh ABB belum mencapai 2/3 sehingga belum bisa diajukan pembebasan bersyarat. "Masa 2/3 itu jatuh pada Desember 2018. Itu sebabnya wacana untuk pembebasan bersyarat muncul," tutur Tito. 

Tito menyayangkan terjadinya misinformasi di publik soal pembebasan ustaz ABB. "Publik mengira itu adalah pembebasan murni. Tidak ada pembebasan murni, karena dalam sistem hukum Indonesia hal tersebut tidak ada," katanya menjelaskan. 

Tito juga mengatakan ada beberapa syarat pembebasan bersyarat, yaitu telah menjalani 2/3 masa hukuman, berkelakuan baik, persyaratan administrasi, dan wajib lapor. Jika setelah bebas ternyata masih membahayakan negara, maka pembebasan bersyarat akan dicabut dan beliau bisa masuk lagi, dan kembali menjalani masa hukuman. "Jika ada pidana baru, maka dijalankan pidana baru," kata Tito. 

Kapolri juga menyayangkan pihak-pihak yang mengaitkan kabar pembebasan bersyarat ustaz ABB dengan pemilu. Menurutnya hal itu sama sekali tak ada. Sebab, seperti yang telah disampaikan Tito, pembicaraan soal pembebasan bersyarat ustaz ABB sudah terjadi sejak 2017. 

"Secara kemanusiaan sudah memenuhi untuk pembebasan bersyarat. Tapi ada prinsip-prinsip kebangsaan yang jauh lebih besar, yaitu ideologi Pancasila. Ini adalah prinsip dasar kebangsaan. Jika ini dilanggar, meski ada aturan hukum, tapi yang bersangkutan tidak sepakat pada nilai-nilai Pancasila, ya tidak bisa," ujar Tito.

Ia menegaskan, pembebasan bersyarat adalah bagian dari pendekatan lunak yang dilakukan pemerintah. Dan itu bukan dilakukan karena pemerintah atau Polri lemah, tapi karena atas nama kemanusiaan.