Kemendikbud Segera Tarik Buku yang Sebut NU Organisasi Radikal

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy mengumumkan keputusan buku ajar SD yang menyebut NU sebagai organisasi radikal saat di Malang, Jawa Timur, Jumat, 8 Februari 2019.
Sumber :
  • VIVA/Lucky Aditya

VIVA – Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy berjanji segera menarik peredaran buku tematik terpadu kurikulum 2013 dengan judul 'Peristiwa dalam Kehidupan'. Dalam buku itu disebutkan bahwa organisasi Nahdlatul Ulama (NU) termasuk bagian dari organisasi radikal.

"Hard copy (buku versi cetak) akan kita tarik, yang penting harus segera ditarik. Nanti guru-guru bisa mengambil (versi revisi) di website Kemendikbud, ada bagian itu di web," kata Muhadjir di Malang, Jawa Timur, Jumat, 8 Februari 2019.

Buku itu, katanya, merupakan buku pedoman siswa kelas V sekolah dasar. Kemendikbud bakal merevisi halaman buku yang menyebut NU organisasi radikal dan hasil revisinya segera ditampilkan di laman resmi Kemendikbud.

"Segera direvisi, setelah itu kita tampilkan di web hasil revisi itu. Guru bakal mengambil dari web. Sebenarnya buku ini diterbitkan atau diproduksi berdasarkan Peraturan Menteri Nomor 57 Tahun 2014 sebagai bentuk implementasi dari kurikulum 2013. Kemudian direvisi dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nomor 34 Tahun 2016. Jadi sebelum saya menjadi menteri," ujar Muhadjir.

Menurut Muhadjir, buku itu bakal menjadi buku pertama yang direvisi selama ia menjadi menteri. Selama ini, dia hanya menambah dengan Peraturan Menteri Nomor 24 Tahun 2018 tentang Penambahan Mata Pelajaran Informatika.

"Karena itu saya mengapresiasi ada guru yang kritis menyampaikan kepada saya langsung tentang itu. Mereka tahu persis bagaimana suasana di lapangan kan. Karena itu saya respons laporan ini," ujarnya.

Konteks kata radikal dalam buku itu, katanya, berkaitan dengan sejarah perjuangan kemerdekaan RI pada tahun 1920. Saat itu, berdiri banyak organisasi yang oleh penulis dicirikan organisasi-organisasi dengan watak non-kooperatif, atau tidak mau berkompromi dengan pemerintah kolonial.

"Tapi ketika diajarkan kepada anak-anak bisa keluar konteks, bahkan bisa sebaliknya. Jadi sebetulnya kata radikal itu dalam konteks melawan penjajah kolonial. Kalau menurut ilmu bahasa, itu kata amelioratif yang punya rasa baik. Sekarang ini jadi negatif, radikal itu," katanya.

Di buku itu tertulis Masa Awal Radikal (tahun 1920-1927-an). Dalam penjelasannya, termuat kalimat, "Perjuangan bangsa Indonesia melawan penjajah pada abad ke-20 disebut masa radikal karena pergerakan-pergerakan nasional pada masa ini bersifat radikal/keras terhadap pemerintah Hindia Belanda. Mereka menggunakan asas non-kooperatif/tidak mau bekerja sama. Organisasi-organisasi yang bersifat radikal adalah Perhimpunan Indonesia (PI), Partai Komunis Indonesia (PKI), Nahdlatul Ulama (NU), Partai Nasionalis Indonesia (PNI)."