Polisi Pastikan Pesantren di Malang Tak Ajarkan Doktrin Kiamat

Kepala Polres Batu Ajun Komisaris Besar Polisi Budi Hermanto bersama petinggi Muspika setempat bertemu dengan pemimpin Pesantren Miftahul Falahil Mubtadiin, Muhammad Romli, di Malang, Jawa Timur, Kamis, 14 Maret 2019.
Sumber :
  • VIVA/Lucky Aditya

VIVA – Kepala Polres Batu Ajun Komisaris Besar Polisi Budi Hermanto meninjau langsung kompleks Pesantren Miftahul Falahil Mubtadiin di Dusun Pulosari, Desa Sukosari, Kasembon, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Kamis, 14 Maret 2019. Pesantren itu diisukan mengajarkan doktrin kiamat segera terjadi.

"Kita mencoba mendalami dan melihat langsung ponpes ini. Menurut cerita, agak miris tapi ini masih layak sekali sebagai pesantren. Bahkan dari Ponpes juga menyiapkan bahan makanan pokok bagi santri yang tidak mampu atau membawa bekal," kata Budi.

Pesanten itu, katanya, tidak mengajarkan aliran sesat. Ia menilai ada kabar hoax yang sengaja dibuat oleh seseorang untuk menggambarkan pesantren ini menerbitkan fatwa tentang datangnya hari kiamat yang sudah menjelang.

Polisi juga sudah memeriksa sejumlah jemaah, di antaranya yang berasal dari Ponorogo, Demak, Lampung, Blitar, Kediri, Banyuwangi, dan lain-lain. Semua mengaku tidak terpaksa meninggalkan rumah masing-masing, melainkan atas kesadaran sendiri untuk mengaji dan mempelajari agama Islam di pesantren itu.

Polres Batu dalam melakukan penyelidikannya melibatkan Majelis Ulama Indonesia dan Kementerian Agama Kantor Wilayah Kabupaten Malang. Tentang fatwa hari kiamat, ternyata pemimpin pesantren itu, Muhamad Romli, tak pernah sekalipun mengeluarkan fatwa tersebut.

"Jadi kami meninjau untuk sama-sama mendalami apakah benar tidak sesuai kaidah Islam; apa benar ada ajaran menyatakaan fatwa kiamat sudah dekat. Ternyata tidak benar. Gus Romli itu hanya menyebut bahwa sepuluh tanda kiamat, salah satunya adalah datangnya meteor," ujarnya.

Bahkan, berdasarkan hasil wawancara polisi dengan warga sekitar, warga tak merasa ada yang aneh. Pengajian maupun ajaran pesantren sesuai kaidah Islam. Bahkan, kehadiran jemaah dari luar daerah justru menggairahkan perekonomian warga setempat.

"Saya lihat sepintas berkembangnya pesantren ini, ada tambahan bangunan karena jumlah jemaah makin banyak. Artinya ada nilai tambahan bagi ekonomi masyarakat setempat. Mereka (warga) menyewakan tanah, menyewakan rumah; ini kan menambah nilai ekonomi. Pondok ini dibangun dari tanah wakah pendiri pondok," katanya. (ase)