Kasus Suap Rp42 M, Mantan Bupati Labuhanbatu Divonis 7 Tahun Penjara

Mantan Bupati Labuhanbatu Pangonal Harahap saat menjalani sidang.
Sumber :
  • VIVA.co.id/ Putra Nasution (Medan)

VIVA – Majelis hakim Pengadilan Tipikor Medan memvonis mantan Bupati Labuhanbatu, Pangonal Harahap hukuman 7 tahun penjara. Pria berusia 49 tahun itu dinilai terbukti secara sah dan menyakinkan melakukan tindak pidana korupsi.

Majelis hakim juga mewajibkan terdakwa untuk membayar denda Rp200 juta subsider 2 bulan penjara. Dalam amar putusannya, majelis hakim menyebutkan Pangonal terbukti menerima suap uang sebesar Rp42,28 miliar dan SGD 218.000 dari pihak swasta sebagai kontraktor.

"Menimbang dan memutuskan, oleh karena itu menjatuhkan hukuman pidana penjara kepada terdakwa Pangonal Harahap dengan hukuman 7 tahun penjara," ujar majelis hakim yang diketuai oleh Erwan Efendi di Pengadilan Tipikor Medan, Sumatera Utara, Kamis, 4 April 2019.

Majelis hakim menyatakan terdakwa melanggar Pasal Pasal 12 huruf a UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.

Kemudian, hukuman juga berikan kepada Pangonal untuk uang pengganti sebesar Rp42,28 miliar dan SGD 218.000. "Dengan ketentuan jika tidak dibayar dalam satu bulan maka harta bendanya tidak mencukupi untuk menutupi kerugian negara maka diganti dengan satu tahun penjara," ujar Erwan.

Bahkan, majelis hakim memberikan terdakwa hukuman tambahan yaitu pencabutan hak politik terdakwa berupa hak dipilih selama 3 tahun. 

Dalam amar putusannya,  majelis hakim mempertimbangkan hal yang memberatkan terdakwa, antara lain terdakwa tidak mendukung program pemerintah untuk memberantas korupsi. "Sedangkan hal yang meringankan terdakwa mengakui dan menyesali perbuatannya," ujar Erwan.

Vonis ini lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK, yaitu 8 tahun penjara dengan denda Rp250 juta subsider 4 bulan kurungan.  KPK juga menuntut agar terdakwa  dikenakan hukuman pengganti sebesar Rp42,28 miliar dan SGD 218.000. 

Dengan ketentuan jika tidak dibayar dan harta bendanya tidak mencukupi untuk menutupi kerugian negara maka diganti dengan satu tahun penjara. Penuntut umum KPK juga meminta agar terdakwa diberikan hukuman tambahan berupa dicabut hak pilihnya selama 3,5 tahun.

Menyikapi putusan ini, terdakwa menyatakan menerima. "Kita menerima," ujar Herman Kadir, penasihat hukum terdakwa usai persidangan. Adapun Jaksa KPK masih menyatakan pikir-pikir.

Dalam dakwaannya, jaksa penuntut memaparkan, Pangonal sebagai Bupati Labuhanbatu telah melakukan beberapa perbuatan berlanjut, yakni menerima hadiah berupa uang yang seluruhnya Rp42.280.000.000 serta SGD 218.000 dari pengusaha Efendy Sahputra alias Asiong. 

Pemberian uang itu berlangsung sejak 2016 hingga 2018 dan diberikan melalui Thamrin Ritonga, Umar Ritonga (DPO), Baikandi Harahap, Abu Yazid Anshori Hasibuan.

Uang Rp42,28 miliar dan SGD 218.000 itu diberikan Asiong agar terdakwa memberikan beberapa paket pekerjaan, di Kabupaten Labuhanbatu pada Tahun Anggaran 2016, 2017 dan 2018 kepadanya.