Pemerhati HAM: Ego Elite Politik Rugikan Masyarakat

Pegiat HAM menyatakan sikap soal kondisi politik saat ini.
Sumber :
  • VIVA/Eduward Ambarita

VIVA –  Koalisi masyarakat sipil yang terdiri dari lembaga pemerhati hak asasi manusia mengevaluasi kerusuhan dua hari di Jakarta usai penetapan hasil rekapitulasi suara oleh Komisi Pemilihan Umum.

Direktur Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, Arif Maulana mengatakan, koalisi sipil sangat menyesalkan kerusuhan yang terjadi di Ibu Kota, bahkan meluas hingga ke sejumlah wilayah di Indonesia.

Ia menilai, peristiwa tersebut telah merugikan masyarakat akibat ego elite yang tengah berkompetisi dalam pemilihan presiden 2019.

"Yang menari-nari dari kerusuhan adalah elite politik yang berebut kekuasaan," kata Arif saat menyampaikan keterangan pers bersama di Gedung YLBHI, Jakarta, Kamis 23 Mei 2019. 

Sekjen Konfederasi Pergerakan Rakyat Indonesia, Anwar 'Sastro' Ma'ruf, menuturkan, sikap elite politik turut membantu situasi makin memanas hingga memicu bentrokan antara aparat dan massa. 

Hajatan pemilu merupakan pesta demokrasi bagi masyarakat, justru dinilainya hanya mempertontonkan pernyataan-pernyataan elite yang memperkeruh suasana.

Dominasi pemegang modal, oligarki, dan kekuasaan, kata dia melanjutkan, telah menghilangkan esensi sesungguhnya kehadiran parta politik yang mestinya lahir dari rakyat itu sendiri. Rakyat yang dimaksud adalah kaum-kaum pekerja di antaranya nelayan, petani dan pedagang kecil.

"Pertarungan mereka hanya arisan politik, tapi seakan pertarungan sungguh- sungguh," ucapnya. 

Senada, Nurkholish Hidayat dari Kantor Hukum dan Hak Asasi Manusia Lokataru, menyampaikan pernyataan elite politik kubu Jokowi dan Prabowo serta pejabat negara harusnya bertanggung jawab atas kerusuhan yang menyebabkan korban meninggal dunia dan luka - luka.

Sejak Selasa, 21 Mei kerusuhan pecah, menurut dia, tidak ada satu pun pernyataan dari orang - orang penting yang mendinginkan suasana.

Ia menyoroti, pernyataan politisi Partai Amanat Nasional Amien Rais yang membenturkan antara massa dan polisi. Menurutnya, kerusuhan pasca penetapan pemilu lebih jauh tidak hanya memakan korban melainkan makin membuat jarak ikatan sosial dan menguatnya politik indentitas.

"Yang signifikan adalah statement Amien Rais, bilang polisi berbau PKI. Itu seperti bensin menyiram kebakaran, dan direspon betul di beberapa daerah. Jadi ada korelasi bahwa sentimen anti polisi menguat, itu dilihat dari slogan- slogan yang menyerang Kepolisian," kata dia. (mus)