Polisi Bekuk Tersangka Penyebar Hoax Rekayasa Kasus Penembakan 4 Tokoh

Ilustrasi penangkapan
Sumber :
  • Pixabay/Jushemannde

VIVA – Aparat Direktorat Tindak Pidana Siber Polri menangkap seseorang berinisial YM (32 tahun), yang diduga sebagai penyebar berita bohong atau hoax terkait pengusutan kasus rencana penembakan atas empat tokoh, yang tengah diproses polisi. YM ditangkap di kediamannya di Bojong Baru, Depok, Jawa Barat, dini hari tadi sekitar pukul 02.00 WIB.

Kepala Sub Direktorat II Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Komisaris Besar Polisi Rickynaldo Chairul, mengatakan YM telah menyebarkan hoaks rekayasa percakapan mengenai kasus atas Kivlan Zen itu.

YM membuat seolah-olah adanya percakapan antara Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian dan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Panjaitan. "Saudara YM ini telah menyebarkan berita hoaks yang dapat menimbulkan keonaran di kalangan masyarakat melalui grup Whatsapp," ujar Ricky di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat, 14 Juni 2019.

Ricky mengatakan, tersangka telah menyebarkan ke 10 grup WhatsApp di mana salah satunya adalah grup WhatsApp Laskar Jihad 212. YM juga dinyatakan sebagai pendukung salah satu pasangan capres-cawapres.

Hoaks yang disampaikan oleh YM adalah pesan dari Luhut kepada Tito yang seolah-olah memerintah agar adanya persepsi di masyarakat mengenai pengakuan Iwan yang dibayar oleh Kivlan Zen. "Itu tidak benar, karena penyidikan terhadap KZ dilakukan secara terbuka dan tidak ada rekayasa. Tersangka juga dipenuhi hak-haknya dan didampingi pengacara," kata Ricky.

Pada penangkapan tersebut polisi menyita sejumlah barang bukti berupa satu unit telepon genggam dan sim card. Tersangka dinyatakan melanggar Pasal 45 ayat 3 juncto Pasal 27 ayat 3 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE dan Pasal 14 ayat 2 dan atau Pasal 15 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang peraturan hukum pidana atau dan atau Pasal 207, dengan ancaman hukuman pidana penjara selama 4 tahun penjara dan denda paling banyak Rp750 juta. (ren)