KPAI Terima Belasan Pengaduan PPDB, Ini Deretan Permasalahannya

Sejumlah wali murid menggelar unjuk rasa mengenai Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) online SMA/SMK 2017 di Solo, Jawa Tengah, Jumat (16/6/2017)
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Mohammad Ayudha

VIVA – Komisi Perlindungan Anak Indonesia atau KPAI telah mendapatkan puluhan  laporan pengaduan terkait masalah Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) sistem zonasi tahun 2019 di berbagai daerah di Indonesia.

"Pengaduan yang diterima meliputi PPDB SMPN sebanyak 9 pengaduan dan PPDB SMAN sebanyak 10 pengaduan," kata Retno Listyarti, Komisioner KPAI Bidang Pendidikan di Jakarta, Senin, 24 Juni 2019.

Ia menjelaskan, masalah yang diadukan ke KPAI di antaranya, tidak pernah menerima sosialisasi PPDB SMPN dan SMAN  dengan sistem zonasi di Kediri dan Mojokerto, penolakan kebijakan PPDB sistem zonasi, pengaduan PPDB  SMAN di Jawa Timur sempat dihentikan sementara (kota Surabaya). 

Ada pula pengaduan karena tidak paham kebijakan dan juknis PPDB SMPN sistem zonasi dari pengadu Kabupaten Gresik, lalu ada pengaduan soal petunjuk teknis atau Juknis PPDN SMPN sistem zonasi dianggap kaku di Kota Bekasi. Sedangkan pengadu dari Jember menyampaikan, SMAN di wilayahnya belum merata misalnya kecamatan Bangsaldari, tempat domisili pengadu, tidak ada SMA Negeri. Akibatnya pengadu tidak bisa mengakses sekolah negeri Jember. 

"Kuota zonasi murni PPDB yang seharusnya 90 persen diubah menjadi 50 persen di SMAN Kabupaten Madiun," ujarnya.

Permasalahan lain, kata dia, jarak rumah tidak terverifikasi dengan tepat untuk PPDB SMAN di Cikarang Utara. Pada jalur Kombinasi dalam PPDB SMPN di kota Bandung dan Jalur afirmasi dalam PPDB SMAN Kediri.

Lalu, tidak ada zona irisan antara Karanganyar dengan kota Solo, SMP negeri terdekat berjarak 10 km, Kartu Keluarga dianggap luar kota sehingga anak pengadu terancam tidak dapat diterima di SMPN Kota Solo. Ada pula pengadu berdomisili di kecamatan Sukun, namun SMAN terdekat di kecamatan Klojen yang berjarak 2.5 KM dan 2.9 KM, akibat penyebaran SMAN tidak merata, maka anak pengadu tidak diterima di sekolah negeri terdekat di Kota Malang.

Selanjutnya, masalah zona beririsan dalam PPDB SMAN tidak diterima di sekolah pilihan meski jarak rumah ke kedua pilihan sekolah tersebut hanya 600 meter dan 1185 meter di Mojokerto, lalu pengadu dari Jakarta dan ingin melanjutkan SMAN di kota Kupang, tapi terkendala oleh pindah domisili yang belum diurus Kota Kupang.

"Dugaan tidak transparannya PPDB SMAN  di Tangerang Selatan," katanya.

Selain itu, ada masalah perpindahan domisili dan Kartu Keluarga sehingga anak pengadu tidak bisa mengakses SMPN terdekat dari rumahnya yang sekarang di Bekasi Utara ke Bekasi Selatan, dan Dinas Pendidikan kota Bekasi menambah jumlah rombongan belajar (rombel) PPDB SMPN dari maksimal 32 menjadi maksimal 36 siswa, masyarakat khawatir 4 siswa lain di tap kelas tidak bisa masuk dapodik Kota Bekasi.

Masalah lainnya, kata dia, soal pengelola sekolah swasta khawatir tidak kebagian siswa karena pemerintah tahun 2019 membangun atau membuka sekolah baru yaitu SMPN sebanyak 7 sekolah yaitu SMP 50, 51, 52, 53, 54, 55 dan 56 di Kota Bekasi.

Sehubungan dengan pengaduan tersebut, maka tim pengawasan PPDB KPAI akan melakukan proses konfirmasi kepada pihak-pihak terkait, seperti Dinas Pendidikan kabupaten dan kota maupun Dinas Pendidikan Provinsi, serta pihak sekolah jika diperlukan. 

"Proses pelaksanaan PPDB masih panjang, karena banyak wilayah baru memulai PPDB pada 1–10 Juli 2019. KPAI akan terus  melakukan pengawasan dan juga menerima pengaduan masyarakat terkait PPDB 2019," katanya.