Tak Ingin Seperti Rusuh 22 Mei, Kapolri Larang Demo di MK

Gedung Mahkamah Konstitusi
Sumber :
  • ANTARA Foto/Hafidz Mubarak

VIVA – Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian menegaskan, pihaknya tak akan memberikan izin aksi penyampaian pendapat di depan gedung Mahkamah Konstitusi atau MK, sebelum dan saat putusan sidang Pilpres 2019.

Menurut Tito, landasan dia melarang aksi di depan gedung MK, yakni UU nomor 9 tahun 1998 pasal 6 tentang Penyampaian Pendapat di Muka Umum.

"Penyampaian pendapat di muka umum di dalam pasal 6 itu, ada lima yang tak boleh, di antaranya tidak boleh mengganggu ketertiban umum atau publik, tak boleh mengganggu hak asasi orang lain, dan harus menjaga kesatuan bangsa," kata Tito di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa 25 Juni 2019.

Tito pun menjelaskan, pada aksi yang dilakukan di depan gedung Bawaslu pada 21-22 Mei, pihaknya sudah memberikan toleransi dan diskresi Kepolisian untuk para pengunjuk rasa.

Seharusnya, kata dia, aksi di depan gedung Bawaslu tak tepat, lantaran akses di depan gedung Bawaslu adalah jalan utama atau protokol yang dapat mengganggu pemakai jalan lainnya.

Apalagi, Tito menyebut, aksi tersebut dilakukan hingga melebihi batas maksimal aksi unjuk rasa di area terbuka, yaitu pukul 18.00 WIB. Ia pun menceritakan kembali peristiwa kericuhan di depan Bawaslu pada 21 dan 22 Mei 2019

"Toleransi dan diskresi yang diberikan Polri telah disalahgunakan adanya kelompok perusuh, yang saya yakin sudah merencanakan," tuturnya.

Dia menyebut, ada pihak yang merencanakan dalam kerusuhan di Bawaslu. Dari temuan molotov, petasan, sampai ambulans isi batu menjadi persoalan.

"Kenapa merencanakan? Kalau memang konflik biasa, itu peralatan yang digunakan seadanya, ini tidak, ada molotov itu dipersiapkan. Ada petasan roket, itu pasti sudah dibeli sebelumnya, ada mobil ambulans isinya panah, kemudian batu, parang itu pasti dipersiapkan sebelumnya," ujar Tito.

Berkaca dari peristiwa tersebut, mantan Kapolda Metro Jaya ini menegaskan, tak akan kembali memberikan izin adanya aksi unjuk rasa. Atau, memberikan diskresi Kepolisian yang bisa disalahgunakan.

"Untuk itu, saya larang semua unjuk rasa di depan MK, yang melanggar ketertiban publik," ujarnya.

Untuk pengamanan pada jelang putusan MK, Tito menuturkan, telah menyiapkan puluhan ribu personel gabungan TNI Polri. Jika nantinya ada aksi unjuk rasa yang mengganggu kepentingan publik, pihaknya akan membubarkannya.

"Kalau perlu (jalan) kita tutup, ya kita tutup. Kemudian, kalau tetap melaksanakan unjuk rasa sepanjang kalau mengganggu kepentingan publik, kita akan bubarkan," katanya. (asp)