Uji Materi Ditolak MA, Pergub Anti Sampah Plastik Berlaku di Bali

Gubernur Bali, Wayan Koster memberi keterangan pres terkati putusan Mahkamah Agung yang menolak uji materi Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 97 Tahun 2018 tentang Pembatasan Timbulan Sampah Plastik Sekali Pakai.
Sumber :
  • Bobby Andalan/ Bali

VIVA – Mahkamah Agung (MA) menolak uji materi Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 97 Tahun 2018 tentang Pembatasan Timbulan Sampah Plastik Sekali Pakai. Permohonan uji materi itu diajukan oleh Asosiasi Daur Ulang Plastik Indonesia (ADUPI), Didie Tjahjadi sebagai pelaku usaha perdagangan barang kantong plastik dan Agus Hartono Budi Santoso selaku pelaku usaha industri barang dari plastik.

Majelis hakim yang dipimpin oleh Supandi serta hakim anggota Yulius dan Yodi Martono Wahyunadi menolak seluruh permohonan pemohon dan menghukum mereka membayar biaya perkara Rp1 juta.

Dalam pertimbangannya, majelis hakim menyitir Pasal 12 UU Nomor 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant on Economic, Social and Culture Right. Pertimbangan lainnya adalah Pasal 28H ayat 1 UUD 1945, Pasal 9 ayat 3 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM, Pasal 65 ayat 1 UU 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Selain itu, Hakim MA juga menyitir UU Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.

Gubernur Bali, Wayan Koster amat bersyukur atas ditolaknya permohonan uji materi terhadap peraturan yang dibuatnya itu. Ia menyebut Bali memang tengah darurat sampah plastik, pertimbangan MA yang menyebut bahwa dari hasil kegiatan clean up on voice one island di 150 lokasi di seluruh Bali berhasil mengumpulkan sebanyak 30 ton sampah plastik.

“Komposisinya, sampah plastik kemasan makanan 22 persen, botol dan gelas plastik 16 persen, kantong belanja plastik 15 persen, sedotan plastik 12 persen, dan lain-lain utamanya styrofoam 7 persen,” kata Koster di rumah dinasnya, Sabtu 13 Juli 2019.

Menurutnya, sangat mendesak diambil kebijakan yang luar biasa (extra-ordinary) untuk pembatasan plastik sekali pakai baik dalam aspek pemakaian maupun produksinya, sehingga secara cepat dapat mengatasi persoalan sampah plastik sekali pakai. 

Koster melanjutkan, dengan telah ditolaknya uji materi itu, MA telah menetapkan kebijakan membatasi timbulan sampah plastik sekali pakai memiliki posisi hukum yang kuat dan sah berlaku di seluruh Bali.

“Tudingan bahwa pergub itu membuat norma baru sudah terbantahkan. Dengan putusan MA itu, maka semua pihak wajib mematuhi dan melaksanakan keseluruhan isi dari pergub,” ujarnya.

Pada kesempatan itu, Koster mengimbau kepala daerah lain yang ingin menerbitkan peraturan pembatasan penggunaan bahan plastik tak perlu ragu dan takut.

“Dengan adanya putusan MA ini saya mengimbau kepada semua kepala daerah di Indonesia agar jangan ragu, jangan takut untuk membuat regulasi, kebijakan untuk mewujudkan alam Indonesia yang bersih, hijau dan indah,” katanya.