Pengamat LIPI: Rekonsiliasi Artinya Benahi Pola Relasi

Pertemuan Jokowi-Prabowo
Sumber :
  • ANTARA Foto/Wahyu Putro

VIVA – Pertemuan Presiden terpilih, Joko Widodo dengan kompetitornya, Prabowo Subianto, mendapat sorotan dari berbagai pihak.

Peneliti dan pengamat Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro menilai, esensi rekonsiliasi itu adalah membenahi pola relasi yang tidak harmonis menjadi harmonis dan menyelesaikan perbedaan yang menjadi masalah.

"Artinya, rekonsiliasi dalam konteks pasca-Pilpres 2019 lebih ditujukan untuk mewujudkan persatuan nasional. Bagaimana harmoni sosial bisa diimplementasikan sebagai solusi keterbelahan yang ada belakangan ini," kata Siti Zuhro kepada VIVA, Minggu, 14 Juli 2019.

Menurut Siti Zuhro, pembahasan sebaiknya diarahkan ke beberapa hal di antaranya, masalah ekonomi yaitu kesenjangan sosial dalam masyarakat seperti kemiskinan dan pengangguran.

"Ini adalah momok bagi Indonesia bila indeks kesengsaraan rakyat masih signifikan. Masalahnya, bagaimana mewujudkan indeks kebahagiaan masyarakat secara konkret lima tahun ke depan. Bagaimana pemerintah mewujudkan pembangunan yang memihak bangsa sendiri dan yang pro pada rakyat Indonesia, bukan etnis lain," ujarnya.

Selanjutnya, ia menyebutkan, prinsip ketuhanan Yang Maha Esa dan pengamalannya yang bisa mendorong sila perikemanusiaan yang adil dan beradab untuk persatuan Indonesia. Bisakah pemerintah menciptakan suasana yang kondusif sehingga tidak muncul stigmatisasi terhadap Islam/Muslim atau kriminalisasi pemuka/tokoh Islam.

"Mampukah pemerintah mewujudkan prinsip hidup berdampingan secara damai antarsuku, agama dan etnisitas agar nilai-nilai Bhinneka Tunggal Ika tetap terawat," ucapnya.

Hal penting selanjutnya, kata Siti Zuhro, bisakah demokrasi Indonesia berkesesuaian dengan sila keempat (kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah dalam permusyawaratan dan perwakilan) demokrasi yang dilandasi oleh nilai-nilai budaya mulia bangsa sendiri dan penegakan hukum yang memadai.

"Demokrasi Indonesia yang mengedepankan prinsip transparansi, jujur, adil  dan bisa dipertanggungjawabkan. Bukan demokrasi pokoke menang dalam pemilu/pilkada, dan yang menghalalkan semua cara sehingga memunculkan sengketa pemilu dan konflik yang tak perlu," paparnya. 

"Pemerintah Indonesia harus berupaya agar demokrasi yang dilaksanakan adalah demokrasi  substantif dan yang mendewasakan warga masyarakat," kata dia. (ase)