Divonis 6 Bulan Penjara, Lima Komisioner KPU Palembang Ajukan Banding

Komisioner KPU Palembang non aktif.
Sumber :
  • VIVA/ Sadam Maulana.

VIVA – Lima komisioner KPU Palembang non aktif mengajukan keberatan terhadap vonis enam bulan penjara dengan masa percobaan satu tahun dan denda subsider Rp10 juta, yang dijatuhkan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Kelas 1A Khusus Palembang.

Kelima terdakwa, yaitu Eftiyani (Ketua), Syafarudin Adam, Abdul Malik Syafei, Yetty Oktarina dan Alex Barzili (komisioner), bahkan telah mengajukan upaya banding terkait hukuman yang dijatuhkan, Senin 15 Juli 2019.

Penasehat Hukum terdakwa, Rusli Bastari, menjelaskan setelah memasukkan memori banding pihaknya menerima salinan putusan dari panitia muda pidana, Marduan, mewakili Ketua Pengadilan Negeri Kelas 1A Khusus Palembang.

Sebelum menerima salinan putusan, pihaknya sudah menyampaikan akta pernyataan banding ke Pengadilan Tinggi. Setelah memori banding diterima, selanjutnya Pengadilan Tinggi bakal mengagendakan jadwal sidang dan menunjuk majelis hakim.

"Dalam waktu tujuh hari memori banding masuk sudah ada hasil putusan," kata Rusli.

Dari banding ini, pihaknya memiliki harapan besar agar majelis hakim dapat mengambil keputusan yang adil. Dia berharap kliennya dapat dibebaskan dari segala tuntutan.

"Harapan kami, di upaya hukum terakhir ini majelis hakim akan mengambil putusan yang seadil-adilnya, membebaskan klien kami dari segala tuntutan dapat kembali menjalankan tugas sebagai penyelenggara pemilu," katanya.

Majelis Hakim Pengadilan Negeri sebelumnya menjatuhkan vonis dalam sidang yang berlangsung pada, Jum'at, 12 Juli 2019. Vonis yang dijatuhi majelis hakim ini sesuai dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum.

Ketua Majelis Hakim, Erma Suharti, menjelaskan para terdakwa terbukti bersalah dalam pelanggaran tindak pidana pemilu hingga mengakibatkan banyak masyarakat kehilangan hak pilih dalam pemilu serentak pada 17 April 2019.

Pada putusannya, Erma meyakini dalam fakta persidangan para terdakwa secara tidak cermat melakukan pelanggaran dalam proses penyelenggaraan pemilu. Dalam persidangan juga Majelis Hakim tidak sepakat dengan pasal yang ditunjukkan oleh JPU kepada para terdakwa.

Sebelumnya, JPU memberikan tuntutan pasal 510 ayat 7 Undang-undang Pemilu tahun 2017. Namun saat putusan, Majelis Hakim menuntut dengan pasal 554 Undang-undang Pemilu tahun 2017.

Majelis Hakim menggunakan metode yuridis pendekatan sesuai dengan perundang-undangan tertentu, mengenai aspek sosiologis dan hukum yang berlaku. Vonis yang mereka jatuhkan sesuai pasal 554 Undang-undang Pemilu tahun 2017. (ren)