Tim Advokasi Novel Sindir Jokowi Buang-buang Waktu

Penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Arif Firmansyah

VIVA – Tim Advokasi Novel Baswedan meminta Presiden Joko Widodo tak membuang-buang waktu. Cara memberikan waktu tiga bulan untuk Kapolri Tito Karnavian menindaklanjuti temuan tim pencari fakta dinilai buang-buang waktu.

Apalagi Jokowi juga tidak menegaskan akan membentuk tim gabungan pencari fakta yang independen apabila tim bentukan Kapolri tak kunjung berhasil membongkar dan menangkap pelaku penyiraman air keras terhadap Novel.

"Presiden merespons laporan Tim Satgas bentukan Polri dengan memberikan waktu kepada Kapolri untuk meninindaklanjuti temuan tim. Tetapi Jokowi tidak memastikan akan membentuk TGPF independen jika tiga bulan ke depan pelaku juga belum terungkap," kata Anggota Tim Advokasi Novel, Alghiffari Aqsa, dalam keterangan tertulisnya yang diterima VIVA, Jumat, 19 Juli 2019.

Seharusnya, kata dia, Jokowi tegas dengan langsung membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) independen. Hal ini mengingat persoalan belum diungkapnya kasus Novel Baswedan karena ada dugaan kuat keterlibatan internal Polri.

"Jika kasus ini kembali diusut Polri sama dengan mengulur waktu dan membuat kasus ini kecil kemungkinan diungkap," kata Alghiffari.

Lagipula, tim satgas bentukan Kapolri yang tindaklanjut rekomendasi Komnas HAM pada akhir Desember 2018 itu telah gagal mengungkap pelaku teror tersebut. Padahal, tim berisikan 65 orang yang 52 di antaranya adalah polisi telah diberikan waktu selama 6 bulan kemarin.

"Seharusnya langsung TGPF Independen. Polisi sudah gagal selama dua tahun lebih," ujarnya.

Menurut dia, dengan rentetan pembentukan tim, dari penyidik, lalu ke tim Satgas hingga tim gabungan bentukan Kapolri, semuanya telah gagal mengungkap kasus tersebut. Karenanya, sudah tak penting dibentuk lagi tim teknis untuk menindaklanjuti temuan TGPF yang dibentuk Kapolri kemarin.

"Pembentukan tim teknis sudah tak perlu karena di dalam tim satgas bentukan Polri sebelumnya pun surat tugasnya tidak hanya mencari fakta namun juga penyidikan untuk mengungkap pelaku," kata Alghiffari.

Kemudian, menurut Alghiffari, kasus penyiraman terhadap Novel sejatinya bukan perkara sulit jika merujuk pada indikator kasus sulit menurut Perkap No12 Tahun 2009 jo. Perkap 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan.

Terlebih jika merujuk laporan penyelidikan Komnas HAM maupun tim satgas sendiri terdapat berbagai alat bukti seperti 74 Saksi, 38 CCTV, 114 toko bahan kimia diperiksa.

"Jadi, jika menambah waktu tiga bulan lagi maka akan memberi peluang pelaku untuk menghilangkan barang bukti, kaburnya pelaku atau membuat alibi baru bahkan mengulangi perbuatannya lagi," ujar Alghiffari.

‌Untuk itu, menurut dia, pihaknya memandang tidak perlunya ditunda lagi pengungkapan kasus ini. Pasalnya, semakin lama kasus diungkap sama dengan undue delay yang melanggar hak asasi korban mendapat keadilan.

"Jika Presiden tidak segera bersikap, bisa disamakan sebagai tindakan pelanggaran yang sama karena melakukan pembiaran terhadap undue delay," tuturnya. (ase)