5 Fakta Kebiri Kimia, Hukuman untuk Predator Seks di Mojokerto

Pelaku pencabulan di Polrestabes Surabaya, 28 Maret 2018 (foto ilustrasi)
Sumber :
  • VIVA.co.id/Nur Faishal

VIVA – M. Aris dijebloskan ke penjara selama 12 tahun dan denda Rp100 juta subsider enam bulan pidana kurungan atas perbuatan bejatnya mencabuli sembilan bocah di Mojokerto medio 2015-2018. Pemuda 20 tahun itu juga dijatuhi pidana tambahan berupa kebiri kimia.

Hukuman kebiri kimia kepada Aris ini merupakan eksekusi pertama yang akan dilakukan di Indonesia. Karena itu, untuk melakukannya pun ternyata masih mengalami kendala. Hal tersebut seperti diakui Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, Richard Marpaung.

Dia bilang, sampai saat ini belum ada satu pun rumah sakit di Mojokerto yang mau melakukan eksekusi kebiri kimia terhadap terpidana karena masalah fasilitas yang belum tersedia. "Rumah sakit di Mojokerto enggak berani. Katanya tidak ada fasilitasnya," kata Richard, seperti dikutip dari VIVAnews.

Karena itu, Kejari Mojokerto melakukan koordinasi dengan Kejati Jatim. Kejati Jatim pun telah meminta petunjuk kepada Kejaksaan Agung soal ini.  

Nah, sebenarnya kebiri kimia itu apa sih, bagaimana prosesnya, sampai dampak yang ditimbulkan jika dilakukan kepada pria? Diolah dari sejumlah sumber, berikut ini fakta-faktanya.

Apa itu kebiri kimia

Ada dua jenis prosedur dalam pengebirian, yakni lewat pembedahan dan proses kimia. Kalau pengebirian bedah dilakukan pembedahan pada testis, sehingga efeknya pun permanen. Sedangkan dalam pengebirian kimia digunakan obat-obatan demi mengurangi kadar testosteron untuk meminimalisir dorongan seksual dan sifatnya cuma sementara jika pengobatan dihentikan.

Testosteroan adalah hormon penting bagi pria yang punya beberapa fungsi, salah satunya mendorong gairah seksual. Meningkatnya produksi hormon ini akan membuat pria mengalami perubahan fisik pada testis, penis dan bulu pubis. Dengan kebiri kimia, produksi hormon ditekan demi meredakan libido mereka.

Proses kebiri kimia

Kebiri kimia dilakukan dengan menyuntikan zat antitestosteron atau obat antiandrogen ke tubuh pria, bukan pada testisnya. Obat atau zat ini berfungsi menekan gairah seksual pria.  

Jenis obat yang disuntikkan, biasanya medroxyprogesterone acetate, cyproterone acetate, dan agonis LHRH. Fungsi obat itu menekan kelenjar di otak tidak memproduksi hormon pemicu produksi testosteron, sehingga testis pun tidak akan memproduksi testosteron.

Selain suntik, ada juga skema lewat obat minum. Namun, obat minum dinilai tidak efisien dalam mengurangi hormon libido. Sementara itu, prosedur penyuntikan obat harus dilakukan secara berkala, biasanya setiap tiga bulan. Sebab jika pengobatan disetop maka efek dari prosedur itu pun akan hilang.

Dampak kebiri kimia

Meski efek dari prosedur kebiri kimia bersifat sementara, namun jika digunakan dalam jangka panjang akan memberikan efek samping yang membahahayakan. Misalnya, hilangnya kepadatan tulang hingga bisa menyebabkan osteoporosis, hilangnya massa otot, bertambahnya lemak, penyakit jantung hingga diabetes. Efek samping lainnya, seperti mandul, disfungsi ereksi, anemia, depresi, dan ginekomastia atau pembesaran payudara pada pria.

Dampak positif kebiri kimia

Meski obat yang digunakan untuk kebiri kimia bila digunakan dalam jangka panjang bisa berakibat buruk, namun obat-obatan itu sebenarnya juga bermanfaat sebagai terapi hormonal untuk sejumlah penyakit tertentu. Salah satunya dalam pengobatan kanker prostat.

Hal positif dari kebiri kimia ini bisa membuat aktivitas seksual menjadi normal bagi pelaku pelecehan seksual jika disertai dengan psikoterapi. Karena itu, beberapa negara telah menggunakan kebiri kimia tidak sekadar sebagai hukuman semata tapi juga untuk mengendalikan hasrat seksual pelaku pelecehan seksual.

Regulasi hukuman kebiri kimia

Regulasi tentang hukuman kebiri kimia bagi predator seks ini sudah dimiliki Indonesia sejak tiga tahun lalu.
Presiden Joko Widodo telah meneken Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak pada Mei 2016.

Setelah itu, Perppu tersebut diserahkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk dibahas. Selanjutnya, wakil rakyat di parlemen pun mengesahkan Perppu Perlindungan Anak menjadi undang-undang (UU), di mana dalam regulasi itu diatur hukuman soal kebiri kimia dan hukuman lain yang lebih berat bagi pelaku kejahatan seksual terhadap anak, seperti hukuman mati hingga seumur hidup.