Veronica Koman Jadi Tersangka Penyebar Hoax Papua, Tri Susanti Ditahan

Penghuni Asrama Kamasan mengangkat tangan tanda saat aparat kepolisian menangkap mereka. - Antara Foto/Didik Suhartono
Sumber :
  • bbc

Kepolisian Daerah Jawa Timur menetapkan Veronica Koman sebagai tersangka dugaan provokasi dalam peristiwa di asrama mahasiswa Papua di Surabaya, 17 Agustus 2019 lalu.

Kapolda Jatim, Irjen Luki Hermawan mengatakan, penetapan itu diputuskan setelah dalam gelar perkara didapati hal-hal dugaan provokasi yang mengarah ke hoax dalam unggahan pengacara yang banyak menangani persoalan HAM Papua itu di Twitter.

"Ini banyak sekali, kami putuskan bahwa saudara VK kami tetapkan menjadi tersangka, dan ini salah satu yang sangat aktif melakukan provokasi, sehingga membuat keonaran. Ini pasalnya berlapis, yaitu UU ITE, UU KUHP 160, UU 1 tahun 46, dan UU 40 tahun 2008," kata Luki kepada wartawan di Mapolda Jatim, Surabaya, Rabu, 4 September 2019.

Luki menyebut lima posting-an Veronica, dalam bahasa Indonesia dan Inggris, yang dikategorikan dugaan provokasi dan menjurus ke hoax.

"Pada saat kejadian kemarin yang bersangkutan tidak ada di tempat, namun di Twitter sangat aktif dari tanggal 17 Agustus memberitakan, mengajak provokasi. Ada seruan mobilisasi aksi ke jalan untuk besok di Jayapura, ini tanggal 18 Agustus. Ini ada media juga dan ini pakai bahasa Inggris juga," paparnya.

"Ada lagi tulisan momen polisi mulai tembak ke dalam, ke asrama papua, total 23 tembakan termasuk gas air mata; anak-anak tidak makan selama 24 jam, haus dan terkurung disuruh ke luar ke lautan massa; kemudian ada lagi 43 mahasiswa Papua ditangkap tanpa alasan yang jelas."

"Lalu, lima mahasiswa terluka, satu kena tembakan gas air mata, dan semua kalimat-kalimat selalu ditulis dengan bahasa Inggris," tutur Luki.

Anggota ormas dan staf kecamatan ditahan

Pada perkembangan lain, Polda Jatim menahan Tri Susanti selama 20 hari setelah menetapkannya sebagai tersangka kasus dugaan ucapan rasialisme. Perempuan itu merupakan anggota organisasi massa yang menjadi koordinator lapangan aksi di depan asrama mahasiswa Papua di Surabaya.

Nasib Tri Susanti serupa dengan Samsul Arifin, aparatur sipil negeri sekaligus staf di Kecamatan Tambaksari, Surabaya.

"Untuk tersangka Tri Susanti dan satu tersangka lain Samsul Arifin kita pastikan untuk melakukan penahanan," kata Wakapolda Jatim, Brigjen Toni Harmanto, kepada wartawan, Selasa, 3 September 2019.

"Mulai dengan hari ini, penahanan pertama untuk 20 hari ke depan," sambung Toni.

Sejumlah wartawan menyaksikan Tri Susanti usai diperiksa jajaran Polda Jatim, Senin, 2 September 2019. Dia terlihat memakai baju tahanan berwarna oranye dan topi warna biru tanpa borgol pada tangannya.

Sama seperti Susi, Samsul juga terlihat memakai baju tahanan berwarna oranye. Dia juga menggunakan peci dan masker untuk menutupi wajahnya.

Sebelum memasuki sel tahanan, Samsul mengutarakan permintaan maaf kepada seluruh mahasiswa Papua.

"Kepada seluruh saudara-saudaraku yang berada di Papua, saya mohon maaf sebesar-besarnya apabila perbuatan saya yang tidak menyenangkan," kata Samsul.

Sebelumnya, dua orang prajurit TNI telah ditetapkan sebagai tersangka melakukan tindakan indisipliner terkait insiden di depan asrama mahasiswa Papua di Surabaya, 17 Agustus lalu.

Juru Bicara Kodam Brawijaya, Letkol Imam Haryadi, mengatakan, tindakan dua anggota TNI itu di depan asrama mahasiswa Papua "tidak mencerminkan sebagai prajurit yang seharusnya mengedepankan komunikasi sosial yang persuasif".

Ditanya kenapa sangkaan tentang tuduhan melontarkan makian rasialis tidak dikenakan terhadap dua anggota TNI itu, Imam mengatakan,"Lo, memang siapa yang melihat mereka (melakukan makian) rasial?" ujar Imam, balik bertanya. "Apakah ada yang melihat?"

Pada peristiwa di depan asrama mahasiswa Papua di Surabaya, sejumlah video beredar di media sosial.

Dalam video-video itu terlihat penghuni asrama berhadapan dengan massa yang terdiri dari orang-orang berseragam tentara, satpol PP, polisi, dan mereka yang berbaju bebas.

Bersamaan dengan itu, sejumlah kata-kata rasial berupa nama-nama binatang terlontar ke arah mahasiswa Papua. Insiden ini kemudian tersebar melalui internet dan memicu rangkaian demonstrasi di Provinsi Papua dan Papua Barat.