Revisi UU KPK: DPR Terima Surat Presiden, Poin Apa yang Disetujui?

Pegawai KPK membawa bunga dan poster untuk dibagikan kepada warga pada melakukan aksi saat Hari Bebas Kendaraan Bermotor di kawasan Bundaran HI Jakarta, Minggu (8/9). - Antara/WAHYU PUTRO A
Sumber :
  • bbc

Dewan Perwakilan Rakyat telah menerima surat presiden dari Presiden Joko Widodo mengenai pembahasan revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Hal itu dipastikan anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR dari Fraksi PPP, Arsul Sani.

"DPR sudah terima supres untuk RUU Perubahan kedua atas UU KPK sore ini," ujar Arsul kepada Kompas.com , Rabu (11/9) malam.

Menurutnya, surpres akan dibacakan dalam Rapat Paripurna DPR pada Jumat, 13 September 2019.

"Besok Bamus, kemungkinan diparipurnakan Jumat," kata Arsul.

Supres itu menyatakan bahwa Presiden Joko Widodo menunjuk Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) Syafruddin untuk mewakili pemerintah dalam pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK) bersama DPR.

Dengan terbitnya surat presiden maka pemerintah setuju untuk membahas revisi UU KPK.

Kepada para wartawan, Menteri Sekretaris Negara, Pratikno, menuturkan bahwa pemerintah banyak merevisi daftar inventaris masalah (DIM) revisi UU KPK yang dikirim anggota DPR.

Pratikno, sebagaimana dilaporkan Koran Tempo , enggan memaparkan poin-poin yang direvisi pemerintah.

"Sepenuhnya presiden akan jelasnya," ujarnya.

Pemaparan Jusuf Kalla

Bagaimanapun, pada Selasa, 10 September 2019 lalu, Wakil Presiden Jusuf Kalla membeberkan poin-poin yang disetujui pemerintah untuk direvisi.

Poin-poin itu mencakup:

"Dewan Pengawas itu jangan terlalu dianggap itu akan merugikan KPK. Karena bisa saja Dewan Pengawas itu akan meningkatkan kinerja KPK. Contohnya kalau ada yang telat, `Hei, kenapa telat`," tutur JK.

JK mengatakan Dewan Pengawas nantinya bisa berfungsi memastikan segala prosedur di KPK berjalan dengan baik. JK menegaskan semangat pemerintah dan DPR dalam hal revisi UU 30/2002 ialah memperkuat KPK.

"Itu yang pertama yang disetujui kita bersama-sama dengan DPR, karena kita ingin memperkuat, tapi sama dengan orang makan obat. Ada kadang-kadang side effect-nya kita melihatnya. Jadi, pemerintah dan DPR tidak melihat fokus KPK, tidak. Berapa orang ditangkap, ini tidak. Melihat secara keseluruhan negeri ini," sebut JK.

Jusuf Kalla menyatakan pemerintah setuju penyadapan harus diatur

"Soal penyadapan contohnya. Pemerintah setuju diatur, tapi yang kita setujui bukan meminta pengawasan, minta persetujuan tidak, tapi harus diawasi supaya penyadapan itu jangan sampai merusak atau privasi orang secara luas," kata JK.

JK mencontohkan penyadapan di luar pengadilan.

"Kalau di luar negeri kan sangat ketat, izin pengadilan, jadi ini pemerintah tidak harus izin pengadilan, karena terlalu rumit, tapi juga harus diaudit itu sehingga jelas bahwa semua alat itu dipergunakan untuk betul-betul pemberantasan korupsi," kata JK.

JK menyatakan pemerintah akan menyetujui penerapan kewenangan Surat Perintah Penghentian Penyidikan atau SP3 untuk KPK. JK mencontohkan kasus RJ Lino.

"Itulah guna ada SP3 kalau tidak bersalah ya contoh RJ Lino lima tahun digantung, mau dilepas tidak ada... mau di yang begitu tidak cukup, akhirnya orang itu hartanya itu disita sampai sekarang. Jabatannya hilang padahal orangnya baik, contoh satu, pasti banyak lagi. Jadi kita tidak ingin ada semena-mena juga, jadi semuanya jalur hukum," tutur JK.

Ditolak berbagai kalangan

Revisi UU KPK ini sejak awal ditolak kalangan pegiat antikorupsi dan KPK. Penolakan ini juga disampaikan oleh Lembaga Bantuan Hukum (LBH) seluruh Indonesia, LSM, mantan ketua KPK, akademisi hingga tokoh masyarakat seperti Buya Syafii Ma`arif.

Selain pernyataan sikap, penolakan juga disalurkan melalui petisi `Indonesia bersih, presiden tolak revisi UU KPK!`. Masyarakat yang telah menandatangani petisi melalui Change.org sejak Kamis, 5 September 2019 hingga Kamis, 12 September 2019mencapai lebih dari 48.000

Petisi ini mengajak masyarakat untuk mendorong Presiden Jokowi menolak usulan revisi UU KPK oleh DPR.