Pemerintah RI Gengsi Terima Bantuan Negara Tetangga Tangani Karhutla

Kondisi di Palangkaraya pada pertengahan September 2019. - Bjorn Vaughn
Sumber :
  • bbc

Pemerintah Indonesia berkukuh untuk memadamkan kebakaran hutan sendiri dengan alasan `tidak mau dilecehkan` serta menyatakan punya cukup personil pemadam, meski pemerintah Malaysia dan Singapura telah menyatakan siap membantu.

Seperti diberitakan beberapa media Malaysia, Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad, mempertanyakan alasan pemerintah Indonesia yang tidak mau menerima bantuan Malaysia untuk memadamkan kebakaran hutan di Indonesia (19/09).

Asap dari kebakaran hutan, yang terjadi di enam provinsi di Indonesia, telah menyeberang ke Malaysia dan Singapura dan mengganggu aktivitas masyarakat di dua negara itu.

Sebelumnya, pemerintah Singapura juga mengklaim sudah menawarkan bantuan ke Indonesia.

"Ah gitu aja minta bantuan"

Dalam akun Facebook resminya, Menteri Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Air Singapura Masagos Zulkifli mengatakan ia telah berkomunikasi dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Indonesia untuk menawarkan bantuan untuk memadamkan api.

"Kami telah menawarkan bantuan teknis pemadaman kebakaran ke Indonesia dan siap membantu jika diminta oleh pemerintah Indonesia, seperti yang kami lakukan pada tahun 2015," ujar Zulfikli.

Meski begitu, juru bicara Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Jati Witjaksono, mengatakan Indonesia tengah menjaga martabatnya dengan tidak meminta bantuan negara lain.

"Semua sudah gerak. Nanti kalau kita minta bantuan, kita dilecehkan lagi, `ah gitu aja minta bantuan...`. Makanya kita menjaga harkat dan martabat negara kita. Kita kan malu kalau minta bantuan negara lain," ujarnya kepada Quin Pasaribu yang melaporkan untuk BBC News Indonesia.

`Sudah punya cukup personil`

Indonesia, Malaysia, dan Singapura, dan negara ASEAN lain adalah pihak dalam Persetujuan ASEAN tentang Pencemaran Asap Lintas-Batas (Agreement on Transboundary Haze Pollution) yang ditandatangani pada tahun 2002.

Dalam perjanjian itu disebut bahwa negara yang membutuhkan bantuan memadamkan api karena kebakaran hutan, bisa meminta bantuan negara anggota ASEAN lainnya yang bersedia membantu.

Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Abetnego Tarigan mengatakan hingga kini ia belum mendapat informasi lebih lanjut tentang tawaran resmi Singapura dan Malaysia unduk memadamkan api.

Ia menegaskan Indonesia bukannya menolak bantuan dari negara tetangga, tapi sedang mempertimbangkan hal-hal yang memang dibutuhkan untuk memadamkan kebakaran hutan.

Indonesia, ujar Abetnego, tidak memiliki masalah dalam jumlah personil pemadam kebakaran, peralatan, maupun pendanaan.

Pemerintah telah mengerahkan lebih dari 9.000 personil untuk memadamkan api di lebih dari 2.000 titik panas di sejumlah daerah di Kalimantan dan Sumatera.

"Kesulitan kita itu terkait dengan titik-titik yang terbakar dan ketersediaan air dibandingkan dengan magnitude kebakaran yang ada," kata Abetnego.

Faktor kemarau, tambah Abetnego, telah membuat sumber air di sejumlah wilayah mengering dan menghambat proses pemadaman.

Dia menyebut menambah jumlah personil tidak akan efektif dalam kondisi seperti itu, malah bisa membahayakan keselamatan.

Ia mengatakan ia akan segera menemui Kedutaan Singapura untuk membicarakan masalah ini.

Direktur Kerja Sama Sosial dan Budaya ASEAN (KSBA) Kementerian Luar Negeri, Riaz J.P. Saehu, mengatakan bantuan biasanya baru diminta kalau Presiden RI menyatakan keadaan bencana tertentu, seperti yang terjadi di Palu.

"Kalau tidak ada pernyataan resmi Presiden kan itu masih bisa ditangani secara nasional," ujar Riaz.

Sementara itu, Menteri Lingkungan Hidup Malaysia Yeo Bee Yin telah memberi sinyal bahwa ia akan menempuh langkah diplomatik untuk mencari solusi masalah kebakaran hutan yang terus terjadi selama 20 tahun terakhir.

"Saya akan mengadakan panggilan konferensi dengan sekretaris jenderal ASEAN untuk mengungkapkan pandangan kami. Kami berharap akan ada mekanisme yang efektif dalam level ASEAN sehingga kami dapat bekerja sama dan mencari solusi jangka panjang untuk menyelesaikan masalah ini," ujarnya seperti dikutip dari Reuters.

`Akui kondisi darurat`

Di sisi lain, Manager Kampanye Pangan, Air dan ekosistem esensial Walhi, Wahyu Perdana, mengatakan yang terpenting saat ini adalah pengakuan Indonesia bahwa kondisi bencana saat ini sudah darurat.

"Setelah itu baru bisa menentukan apakah Indonesia butuh bantuan negara lain atau tidak... Kan enggak mungkin secara regulasi kita minta atau menerima (bantuan) tanpa kita menyatakan kondisinya sudah cukup darurat," katanya.

Ia mengatakan meski efek asap kebarakan sudah membuat kualitas udara di sejumlah daerah melebihi batas normal, pemerintah cenderung memungkiri situasi darurat tersebut.

Seharusnya, kata Wahyu, pemerintah melihat solusi mitigasi dampak kebakaran hutan tidak hanya sebatas pemadaman, tapi kemampuan tanggap darurat dalam menangani dampak bencana.

"Misalnya, seberapa besar jangkauan kita terhadap semua korban asap, baik penyediaan RS dan penggratisan (layanan kesehatan)," ujarnya.

Sementara itu, keengganan Indonesia menerima bantuan negara lain dikritik warga Malaysia.

"Mereka punya masalah yang lebih besar daripada yang bisa mereka tangani. Negara tetangga menawarkan bantuan dan Anda mengatakan Anda tidak menginginkannya.

"Jadi saya pikir ada sedikit rasa kebanggaan nasional yang salah di sini dan saya pikir ini adalah situasi `dimana semua harus terlibat`. Kita bersatu. Itulah ASEAN," kata Nithi Nesadurai, Presiden Perkumpulan Perlindungan Lingkungan Malaysia, seperti dikutip dari Reuters.