Pemerintah RI Curiga Kerusuhan Wamena untuk 'Caper' ke PBB

Pembakaran bangunan di Kota Wamena, Papua.
Sumber :
  • tvOne

VIVA – Indonesia berduka, kerusuhan kembali pecah di Bumi Cenderawasih. Setelah sebelumnya kerusuhan melanda Papua dan Papua Barat, hari ini, Senin 23 September, kerusuhan kembali terjadi di Wamena.

Berawal dari unjuk rasa sejumlah pelajar, aksi itu berakhir ricuh. Massa yang tak terkendali membakar sejumlah fasilitas pemerintah serta merusak fasilitas umum lainnya.

Komandan Korem 172/Praja Wira Yakti Kolonel Inf Binsar Sianipar, mengungkap aksi ricuh itu ditunggangi provokator. “Kami melihat, ada orang-orang yang menyamar menjadi pelajar, mereka bukan anak SMA, tapi memakai seragam SMA. Dia ini yang memprovokasi pelajar untuk lakukan tindakan anarkis,” kata Kolonel Inf Binsar, dilansir dari VIVAnews.

Pemerintah lewat Kepala Staf Presiden Jenderal TNI (Purn) Moeldoko menduga, kerusuhan itu untuk menarik perhatian asing. "Ini kan ada yang memprovokasi untuk memanfaatkan Sidang Umum PBB. Berkaitan dengan di PBB," kata Moeldoko, di Istana Kepresidenan Jakarta, Senin 23 September 2019, dikutip dari VIVAnews.

Jadi Perhatian Dewan Keamanan PBB

Persoalan Papua memang menjadi salah satu isu internasional yang menjadi perhatian Dewan Keamanan PBB. Pada Rabu, 4 September 2019 Komisioner Tinggi Hak Asasi Manusia atau KTHAM PBB, Michelle Bachelet telah merespons terkait rusuh Papua dan Papua Barat sebelumnya. Michelle mengaku memantau kisruh yang terjadi di sana.

Michelle Bachel berkata lebih lanjut, "Saya terusik dengan meningkatnya eskalasi kekerasan selama dua pekan terakhir di dua provinsi di Indonesia, Papua dan Papua Barat. Terlebih dengan tewasnya sejumlah pengunjuk rasa dan aparat keamanan," kata Michelle, dikutip dari laporan pers Dewan HAM PBB dari Jenewa.

Ia kembali mengingatkan tidak boleh ada kekerasan di mana pun di sebuah negara demokrasi dan majemuk seperti di Indonesia. Michelle juga menekankan agar pemerintah RI mengadakan dialog agar aspirasi bisa tersalurkan.

Pemerintah RI akan menahan diri

Dalam waktu dekat, PBB akan menggelar sidang yang juga akan dihadiri oleh Indonesia. Wakil Presiden Jusuf Kalla akan mewakili Indonesia dalam acara tersebut. Moeldoko memastikan, pemerintah tidak akan mengedepankan tindakan represif demi menghindari perseteruan.  

"Enggak ada perintah represif. Semuanya diminta untuk menahan diri. Karena ini sangat berkaitan dengan apa yang terjadi di PBB. Jadi, jangan kita memunculkan situasi yang tidak bagus," jelas mantan Panglima TNI itu.

Fokus pemerintah adalah keamanan yang jadi kebutuhan bersama serta mencegah provokasi lebih lanjut. "Setidak-tidaknya ada provokasi dari dalam, tetapi provokasi asing juga ada indikasi ke sana. Keterlibatan asing ada indikasi," katanya.

Pemerintah bakal berhati-hati dalam mengambil sikap terkait kondisi di Wamena dan Jayapura. Menurut Moeldoko, ada upaya provokatif untuk mencoreng nama baik Indonesia dengan mengangkat isu pelanggaran HAM berat di sidang PBB yang akan datang. "Kita kan dipancing melakukan pelanggaran HAM berat. Sehingga nanti di PBB agenda itu bisa dimasukkan. Kita tahu agendanya ke mana," katanya.