Kasus Lem Aibon, Ahok Jawab Tudingan Anies Baswedan soal E-Budgeting

Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok (BTP).
Sumber :
  • VIVA/Foe Peace

VIVA – Mantan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) angkat bicara terkait sistem penyusunan anggaran secara elektronik (e-budgeting) tidak sempurna. Sehingga, Gubernur DKI Anies Baswedan ‘ogah’ lagi memakai sistem tersebut.

Seharusnya, kata dia, seluruh pegawai di lingkungan Pemerintah Provinsi Jakarta memiliki integritas sehingga tidak berani main-main untuk menginput data yang bisa diakses oleh publik. Menurut dia, sistem berjalan baik jika seseorang tidak ada niat mencuri.

“Sistem itu berjalan baik jika yang input datanya tidak ada NIAT mark-up, apalagi maling,” kata Ahok lewat akun Twitternya yang dikutip pada Kamis, 31 Oktober 2019.

Sebenarnya, kata dia, sistem penyusunan anggaran secara elektronik (e-budgeting) itu sebagai bentuk transparansi dan tanggung jawab pemerintah daerah dalam menggunakan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD).

“Untuk mencegah korupsi hanya ada satu kata: transparansi,” ujarnya.

Sementara Direktur Eksekutif Charta Politika, Yunarto Wijaya melihat Anies sepertinya akan terus memperlihatkan pandangan yang berbeda dengan apa yang telah dilakukan oleh Ahok ketika memimpin Ibu Kota Jakarta. 

Dia akan terus mengkontraskan dirinya dengan Ahok, kok dengan kesadaran memang besar pemilih di Indonesia (bukan hanya Jakarta) yang benci Ahok karena alasan SARA atau kasus penistaan kemarin,” ujar Yunarto di akun twitternya @yunartowijaya.

Sebelumnya, Anies menyalahkan sistem penyusunan penganggaran secara elektronik (e-budgeting) tak sempurna yang dijalankan Ahok menjadi penyebab munculnya ajuan janggal dalam Rancangan APBD 2020. Makanya, Anies berencana tak menggunakan lagi sistem tersebut.

Menurut dia, sistem itu bukan teknologi terbaik dalam penyusunan APBD. Karena, sistem tersebut punya kelemahan teknis di mana Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Provinsi Jakarta mau tak mau harus mengisi semua komponen penganggaran secara spesifik meski belum ada pembahasan dengan DPRD.

Dengan demikian, keterbatasan teknis itu menjadi penyebab banyak usulan anggaran janggal dalam RAPBD 2020.

“Setiap tahun, staf itu banyak yang memasukkan, (misalnya) yang penting, masuk angka (ajuan anggaran). Toh, nanti yang penting dibahas," ujar Anies seperti dikutip dari VIVAnews.

Selain itu, Anies menilai tidak adanya fitur verifikasi secara otomatis membuat kesempatan anggaran yang belum dicek ulang menjadi benar-benar dianggarkan di APBD. Sehingga, kesalahan manusia saat menginput anggaran bisa berdampak pada ditetapkannya anggaran keliru dalam APBD.

Karena itu, Anies akan meninggalkan sistem e-budgeting. Alasannya, dia tak mau gubernur setelahnya akan mengalami nasib sama seperti dia sekarang di mana usulan janggal muncul dalam RAPBD 2020. Misalnya, anggaran pengadaan lem aibon atau bolpoin yang nilainya fantastis.

“Saya tidak mau meninggalkan ini (e-budgeting) ke gubernur berikutnya, agar gubernur berikutnya tidak menemukan masalah yang sama dengan yang saya alami,” ujarnya.

Oleh karena itu, Anies segera mengembangkan sistem penganggaran cerdas yang lebih efektif mencegah ajuan janggal. Nantinya, sistem itu akan otomatis mendeteksi ajuan janggal, sehingga enggak perlu lagi verifikasi manual yang memungkinkan lolosnya ajuan yang salah.

Pada sistem yang baru nanti, menurut dia, jika ada masalah atau angka yang tidak masuk akal akan langsung menyala (red light) untuk memberi peringatan.

“Begitu ada angka yang tidak masuk akal langsung muncul warning. Kan bisa diketahui. Ini tinggal dibuat algoritma saja,” tandasnya.