DPR Pertanyakan Urgensi SKB Soal Bahaya ASN Terhadap Intoleransi

Pegawai negeri sipil (PNS) saat bersiap ikut upacara beberapa waktu lalu.
Sumber :
  • Antara/ Feri Purnama

VIVA – Keluarnya Surat Keputusan Bersama (SKB) terkait radikalisme Aparatur Sipil Negara menjadi sorotan berbagai pihak. Termasuk dari Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI).

Anggota Komisi III DPR Fraksi Partai Demokrat, Didik Mukriyanto, menyikapi keluarnya SKB menteri dan lembaga tersebut. SKB tentang Penanganan Radikalisme Dalam Rangka Penguatan Wawasan Kebangsaan Pada Aparatur Sipil Negara itu ditanda tangani oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB), Mendagri, Menkumham, Menag, Mendikbud, Menkominfo, Kepala BIN, Kepala BNPT, Kepala BKN, Kepala BPIP, dan Komisi ASN.

"Menurut hemat saya, perlu mendapat perhatian yang cukup serius. Sedemikian urgensinya, sehingga beberapa kementerian dan lembaga negara harus membuat sebuah keputusan, bisa ditarik sebuah logika berpikir bahwa, ASN bisa dianggap pihak yang mudah disusupi dan dijadikan agen intoleransi dan antiideologi Pancasila," kata Didik mempertanyakan terbitnya SKB itu, Minggu, 24 November 2019 dikutip dari VIVAnews.com.

Didik berbicara kemungkinan. Bisa saja, dengan banyaknya pihak yang terlibat dalam SKB itu, lantaran sudah layak dikhawatirkan sikap ASN seperti itu. Atau yang lebih ekstrem lagi, kata Didik, bahwa aparat negara dan kelembagaannya selama ini kecolongan.

"Bisa juga ada anggapan bahwa selama ini tidak ada koordinasi yang baik, sehingga perlu dibuat keputusan bersama," lanjutnya.

Didik sepakat bahwa sikap radikalisme, intoleransi dan antiideologi Pancasila, yang melanggar empat pilar bangsa, harus diperangi dan dicegah oleh negara. Dengan terbitnya SKB itu, ia melihat ada persoalan serius dan membahayakan kelangsungan hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Kendati dekian, tetap menjadi pertanyaan bagi dia, apakah kondisi ASN sudah cukup membahayakan terhadap bahaya intoleransi dan anti-Pancasila sehingga perlu ada SKB. Lalu, kata dia, bagaimana peran dan tanggung jawab lembaga terkait dalam mengatasi persoalan ini.

"Lantas, tanggung jawab siapa kalau ini benar-benar terjadi? Tidak cukupkah mekanisme hukum dan penegakan hukumnya terjangkau oleh aturan hukum dan aparat penegak hukum kita?" ucapnya.

Didik juga mempertanyakan apakah langkah SKB ini sudah cukup baik dalam pencegahan. Lalu, lanjut Didik, bagaimana dengan program revolusi mental yang selama ini menjadi andalan Presiden Jokowi. Termasuk, arah program bela negara yang menurutnya perlu diperjelas.

Untuk itu, kata Didik, sebaiknya kementerian dan lembaga yang telah membuat keputusan bersama ini, bisa memberi penjelasan yang terang dan gamblang mengenai latar belakang terbitnya SKB ini. Lalu apa urgensinya, apakah berbahaya kalau SKB tidak terbit?

"Agar persepsi publik tidak ambyar kepada spekulasi yang berbeda-beda dan menimbulkan pertanyaan, bahkan ketakutan terhadap ASN secara umum," kata dia.