Elite Demokrat: Saya Menyesal Pernah Mendukung Jokowi

Pasangan capres-cawapres nomor urut 01 Joko Widodo (kiri) dan Ma'ruf Amin mengikuti debat pertama Pilpres 2019, di Hotel Bidakara, Jakarta, Kamis, 17 Januari 2019. Suara Paslon 01 menurut hasil survei Kompas berada di bawah 50 persen.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan

VIVA – Politikus Demokrat Ferdinand Hutahaean mengaku menyesal pernah menjadi bagian yang perjuangkan Joko Widodo di Pilpres 2014.

Menurut dia, janji yang pernah disampaikan Jokowi selama kampanye di Pilpres 2014 ternyata tak dipenuhi. "Saya kecewa karena Jokowi tunduk pada pemodal politiknya. Saya menyesal pernah mendukung Jokowi yang salah, menyesal telah yang ingkar janji dan tidak melakukan janjinya," kata Ferdinand dalam keterangannya, Minggu, 20 Januari 2019.

Ferdinand menceritakan saat dirinya terpukau dengan Jokowi jelang Pilpres 2014. Ia mengklaim mendukung eks Wali Kota Solo itu sepenuh hati tanpa berharap apapun. Saat itu, ia menilai Jokowi sebagai tokoh harapan potensi Indonesia untuk berjaya.

"Saya semangat karena dari semua Janji Jokowi. Saya melihat bahwa Indonesia akan berjaya. Menolak utang asing dan mempersulit asing serta Trisakti Bung Karno adalah 3 hal yang paling saya impikan dan dambakan terwujud," ujar Ketua DPP Demokrat itu.

Namun, harapannya ternyata keliru. Hal ini sudah terlihat ketika Jokowi dalam membentuk Kabinet Kerja pasca menang di Pilpres 2014. Pemerintahan Jokowi yang sudah berjalan pun kebijakannya kadang membuatnya heran. Hal ini yang membuatnya loncat ke Demokrat karena salah memilih. Ia menegaskan sikap politiknya yang sering mengkritik Jokowi bukan karena faktor tak mendapatkan jatah.

"Sekarang malah utang ugal-ugalan, bahkan seperti pecandu, pemadat terhadap utang. Membuka pintu bangsa kepada asing bahkan meminta asing datang bergerombol. Ini terbalik dari janji," ujar Ferdinand.

Dia menagih janji Jokowi soal Trisakti Bung Karno yang ternyata hanya hiasan bibir yang manipulatif. Ia menyoroti power Jokowi saat ini terlihat lemah secara politik karena terlalu banyak tokoh yang mengaturnya.

"Kita sekarang tidak berdaulat, tidak mandiri sama sekali. Bahkan Jokowi pun tidak berdaulat di dalam jabatan dan posisinya. Terlalu banyak sosok yang bisa mengaturnya," ujar anggota tim Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno itu.

Kemudian, ia pun mengaku bangga saat ini berada di barisan oposisi yang ingin mengganti Jokowi di Pilpres 2019. Bagi dia, sikapnya rasional dan realistis dengan mengganti presiden.

"Sekarang saya di barisan akal sehat untuk mengakhiri semua kepalsuan ini. Indonesia harus diselamatkan dari tangan pemimpin yang tak mampu memimpin tapi hanya bisa menjabat. Ini tak baik bagi Indonesia." (mus)