Fahri Hamzah Dorong Investigasi Kematian Massal Petugas Pemilu

Wakil Ketua DPR RI Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Fahri Hamzah.
Sumber :

VIVA – Wakil Ketua DPR, Fahri Hamzah menerima sejumlah advokat dan dokter yang meminta agar dibentuk tim untuk menyelidiki meninggalnya 540 petugas pemilu. Fahri menilai, tim investigasi tersebut perlu dibentuk.

Menurut dia, pemerintah dan KPU harus terbuka dengan peristiwa yang terjadi.

"Saya tertarik karena dokter-dokter dari berbagai keahlian yang tadi hadir dan saya kira sebaiknya pemerintah terbuka dengan apa yang terjadi terutama KPU. Dibuka saja masalahnya apa dan investigasi terhadap korban itu harus dilakukan satu persatu," kata Fahri di gedung DPR, Jakarta, Senin 6 Mei 2019.

Dia meminta agar kematian penyelenggara pemilu jangan digeneralisasi. Apalagi sampai ada uang 'tutup mulut'. Ia menilai hal ini harus dilakukan agar tak muncul spekulasi sebab mereka meninggal.

"Tadi beberapa investigasi yang mereka lakukan, itu cukup mengagetkan karena modus dari meninggalnya juga sebagaiannya ada kemungkinan adanya racun begitulah kira-kira begitu. Karena itu jangan dibiarkan ini jadi spekulasi sebaiknya KPU terbuka," jelas Fahri.

Ia pun mengusulkan agar komisi II DPR sebaiknya mendukung dibentuknya tim investigasi khususnya kepada nyawa dan bukan hanya soal kecurangan. Tim ini nantinya bertugas mewawancara keluarga penyelenggara pemilu yang meninggal.

"Saya sih tidak terlalu setuju adanya otopsi sampai penggalian kubur, visum dan sebagainya itu. Tapi, paling tidak dikeluarganya diwawancara saja. Bagaimana orang ini bisa meninggal gitu loh," tutur Fahri.

Dengan cara ini bisa menjadi modal DPR untuk membantu pengusutan jatuhnya korban lebih dari 500 jiwa tersebut.

"Sehingga ini bisa menjadi bahan bagi DPR khususnya, untuk menemukan ini ada modus apa pada matinya jatuhnya korban sampai di atas 500 dengan hari ini yang meninggal dan ribuan yang di rumah sakit dan yang di rumah sakit itu sebaiknya diinvestigasi," kata Fahri.

Saat ditanya soal dugaan racun, ia tak menjawab tegas. Tapi menurutnya ada banyak modus. Sebab, kecil kemungkinan kelelahan menjadi satu-satunya penyebab meninggal. Biasanya mereka yang kelelahan beristirahat dan selesai rasa lelahnya.

"Ini masa capek meninggal, capek meninggal. Enggak benar dong begitu. Kita ini jangan mau dibego-begoin kaya begitu dong pasti ada sesuatu yg karena itu perlu dicek satu-satu secara medis sehingga kita bisa lihat gambar besarnya seperti apa," kata Fahri.

Ia menambahkan paling tidak, keluarga mereka diwawancara dan ditanya soal rekam medisnya. Apalagi masalah ini dianggap remeh dan seperti ada yang ditutupi. Ia menduga ada modus berbahaya yang harus diungkap.

"540 orang yang saya dengar tadi, ribuan masuk rumah sakit, masa enggak ada sebabnya? Satu orang saja Jessica, masuk televisi, berbulan-bulan kita tahu apa jenis racun yang dimasukkan. Undang ahli dari Australia untuk membuktikan bagaimana kejadiannya," kata Fahri.

Fahri menilai, berbahaya bila ada persepsi masalah ini adalah bagian dari kecurangan. Sebab, ratusan rakyat meninggal karena capek dan tak ada yang berbicara. Seharusnya KPU bertanggungjawab.

"Pertama, jangan diam. Itu yang penting dulu. Jangan biarkan manusia Indonesia satu nyawa hilang, dia diam. Tidak boleh lagi. Ini zaman kita terbuka, nyawa bukan milik manusia. Itu milik Tuhan," kata Fahri.

Dalam kesempatan terpisah, salah seorang dokter Ani Hasibuan mengaku telah meminta alamat penyelenggara pemilu yang meninggal pada panwaslu. Lalu ia mendatangi dua keluarga dan satu rumah sakit.

"Kalau merangkum hasil evaluasi saya belum berani ya, karena kemarin yang saya lihat hanya di satu tempat dan itu pun tidak banyak dari 68 yang sakit kita baru lihat 3 orang saja , jadi belum bisa mewakili ya. Tapi, saya kira perlu concern saja ini ada orang-orang dari 68 an yang sakit ada 11 meninggal kita perlu tahu ya kenapa sih meninggalnya," kata Ani usai pertemuan dengan Fahri di gedung DPR, Jakarta, Senin 6 Mei 2019.

Ia mencontohkan korban yang ia lihat ada yang berusia 27 tahun dan 43 tahun. Padahal, secara statistik usia-usia tersebut seharusnya belum umur meninggal. Apalagi dengan hanya alasan faktor kelelahan.

"Semua pasti meninggal tapi umur 43 tahun, 27 tahun kalau alasannya kelelahan saya sebagai dokter, 'ah masak?' Dokter tuh makhluk paling capek lho mbak. 3x24 jam biasa bekerja tanpa tidur dan Alhamdulilah sehat-sehat saja. Saya kira perlu dilakukan pemeriksaan," kata Ani.

Pemilu 2019 menyisakan duka. Sejauh ini, jumlah petugas pemilu yang meninggal dunia jumlahnya mencapai mencapai 554 orang. Jumlah korban terbanyak dari petugas KPPS dengan 440 oranng.

Sementara, korban meninggal yang lain berasal dari petugas Pengawas Pemilu (Panwaslu) yang berjumlah 92 orang. Sedangkan, dari usur kepolisian sebesar 22 orang.