Beberkan Kecurangan Pemilu, Sandi Singgung 'Serangan Fajar' Bowo Sidik

Sandiaga Uno saat membeli kue kering untuk kado ultah Gubernur Anies Baswedan.
Sumber :
  • VIVA/Ridho Permana

VIVA – Calon wakil presiden nomor urut 02 Sandiaga Uno memaparkan sejumlah dugaan kecurangan dalam Pilpres 2019. Ia menyinggung mulai dari persoalan politik uang hingga pejabat yang diduga terlibat memenangkan calon tertentu.

"Kita juga cium aroma politik uang sangat tajam. Salah satu orang penting 01 tertangkap oleh KPK dengan barang bukti ratusan amplop berisi uang, diketahui untuk serangan fajar," kata Sandi di Hotel Sahid, Jakarta, Selasa 14 Mei 2019.

Elite yang tertangkap KPK dengan bukti ratusan amplop untuk serangan fajar adalah politikus Golkar yang juga anggota DPR, Bowo Sidik Pangarso. Bowo dicokok tim KPK dalam operasi tangkap tangan pada Rabu, 28 Maret 2019 sampai Kamis dini hari, 29 Maret 2019.

Dia juga curiga ada dugaan pelibatan pejabat tinggi BUMN memenangkan paslon tertentu. Temuan yang ada dianggap sebagai puncak gunung es yang mencederai demokrasi.

"Penjuru tanah air, masyarakat disuguhi cerita tsunami amplop politik uang yang dikawal aparat keamanan. Rakyat sebagai pemilih kedaulatan dipaksa atau setengah dipaksa memilih yang memberikan iming-iming uang," jelas Sandi.

Sandi menyebut ada juga kepala desa dan aparat yang digerakkan pasangan calon tertentu dengan ancaman. Ia meminta agar jujur mengakui praktik kotor ini terjadi. "Bukan hanya satu tempat tapi banyak tempat. Bila kita tarik ke belakang, saya alami sendiri. Masa kampanye dan pemungutan suara banyak kejanggalan dan ketidakadilan," ujar Sandi.

Kemudian, ia juga menyoroti dugaan Daftar Pemilih Tetap yang bermasalah dan tak ada solusi. Adapun penggunaan kotak suara mudah dijebol, dibakar, hingga terkena banjir.

"6,5 juta orang tak memperoleh undangan pemilih, intimidasi saksi pasangan 02 di daerah tertentu. Ini sebabkan perolehan kami nol," tutur Sandi.

Lalu, ia menambahkan saat masa kampanye sulit mendapatkan perizinan. Bahkan, tempat kampanyenya berpindah-pindah dan sulit dijangkau. "Kita saksikan upaya sistematis lemahkan upaya suara oposisi, penangkapan aktivis, kriminalisasi ulama," ujar Sandi.

Selain itu, ia mengkritisi pembentukan tim hukum nasional yang memantau pernyataan tokoh. Ia yakin tokoh yang dipantau pastinya yang berseberangan dengan pemerintah. "Ini tindakan vulgar yang berangus demokrasi dan kedaulatan rakyat," kata Sandi.

Sandi juga menyebut adanya konflik kepentingan antara hitung cepat atau quick count lembaga survei saat mengumumkan hitung cepat. Begitu juga ia mengkritisi kesalahan dalam situng KPU. "Puluhan ribu kekeliruan tetap dipergunakan dengan alasan ini bukan untuk tentukan hasil akhir," kata Sandi.