Bambang Widjojanto Sesalkan Ahli IT Dihadapkan dengan Ahli Tata Negara

Bambang Widjojanto dan Dahnil Anzar dalam suatu diskusi di Jakarta.
Sumber :
  • VIVA/Ridho Permana

VIVA – Sidang sengketa pemilihan presiden 2019 di Mahkamah Konstitusi telah dilaksanakan pekan lalu. Kini kubu Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno sebagai pemohon tinggal menunggu hasil putusan Majelis Hakim MK, yang dijadwalkan pada 28 Juni nanti. 

Ketua Tim Kuasa Hukum BPN Prabowo-Sandi, Bambang Widjojanto, menerangkan soal keterangan saksi ahli Teknologi Infomasi (IT) dari pihaknya, yaitu Prof Jaswar Koto, yang dihadapkan dengan ahli Tata Negara. Seharusnya, menurut Bambang, kesaksian terkait IT juga dikonfrontir dengan pakar dari ilmu yang sama.

"Harusnya jangan disamakan dengan guru besar tata negara," kata Bambang di Media Center Prabowo-Sandi di Jakarta Selatan, Senin 24 Juni 2019.

Pria yang akrab disapa BW itu menjelaskan, menyamakan dua hal tersebut adalah konyol dan kekanak-kanakan. Lebih dari itu, ia menyebut tidak tahu diri.

"Kalau ada orang mau downgrade, ahli tata negara kan enggak bisa downgrade ahli IT ini. Itu konyol aja menurut saya. Udah konyol kekanak-kanakan, dan enggak tau diri," ujar mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi itu.

BW juga menuturkan, sebagai saksi ahli yang dihadirkan kubu 02, Jaswar adalah saksi yang sangat berkompeten. Sejumlah prestasi telah dicatatkan oleh Jaswar.

"Prof Jaswar ini, adalah ahli atau kepala yang mempunyai kemampuan yang disebut dengan kemampuan high performing computing atau sistem HPC dan big data sistem dari center of information and comunication technologi di Malaysia," paparnya.

"Dia juga Presiden dari ahli di Universitas di Jepang yang mengetahui soal forensik," katanya menambahkan.

Hal yang tak kalah penting, lanjut BW, Jaswar sudah mempublikasikan lebih dari 22 buku dan ratusan jurnal internasional mengenai bidangnya. Ia mengkritik pihak termohon (KPU) dan pihak terkait (kubu Jokowi-Ma’ruf) tidak menghadirkan saksi yang bisa membalas argumen dari Jaswar secara saintifik.

"Makanya ada guru besar hukum tata negara, hukum pidana, guru besar hukum pidana pemilu, mestinya begitu. Jangan bilang seorang profesor itu kami tahu seluruh asas teori dan kami bisa menyelesaikan masalah dengan teori dan asas. Tidak," ujarnya menegaskan. (ren)