Usai Bertemu Jokowi, Akankah Prabowo Kehilangan Dukungan PA 212?

Jokowi dan Prabowo saat makan siang bersama di Senayan, Jakarta, 13 Juli 2019.-Antara Foto/ Akbar Nugroho Gumay
Sumber :
  • bbc

Persaudaraan Alumni (PA) 212 berencana menggelar Ijtima Ulama keempat untuk menentukan sikap pascapertemuan Joko Widodo dan Prabowo Subianto, meski pengamat memperkirakan kelompok tersebut tidak akan meninggalkan Prabowo karena adanya keterkaitan kepentingan.

Ijtima Ulama keempat rencananya akan digelar pada awal Agustus, ujar juru bicara PA 212, Novel Bamukmin.

"Kita harus mengadakan musyawarah atau mengambil keputusan atas sikap politik Prabowo. Kita bersama atau sudah selesai urusan kita? Itu harus disikapi," ujar Novel.

Novel mengatakan ia menyayangkan pertemuan Prabowo dan Jokowi yang tidak didahului komunikasi dengan PA 212, kumpulan kelompok Islam yang mulai melakukan pergerakan sejak kasus tuduhan penistaan agama membelit mantan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama, pada 2016.

Jokowi dan Prabowo bertemu untuk pertama kalinya sejak pemungutan suara April lalu di stasiun MRT Lebak Bulus pada Sabtu (13/07).

Dalam pertemuan itu Prabowo mengatakan "Selamat bekerja" kepada Jokowi.

Novel mengatakan sejak Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan sengketa Pilpres, Prabowo belum berkomunikasi dengan PA 212.

"Kok nyelonong (bertemu Jokowi) tanpa ada komunikasi dengan kita?" tanya Novel.

Sementara, politikus Partai Gerindra, Andre Rosiade, mengatakan Prabowo akan segera bertemu dengan seluruh pendukung dan relawannya untuk membahas pertemuannya dengan Jokowi.

Andre menegaskan pertemuan Jokowi-Prabowo tidak diikuti kesepakatan-kesepakatan politik tertentu, seperti penentuan menteri-menteri dalam kabinet.

"Kemarin itu pertemuan kebangsaan, dua negarawan bertemu dalam rangka menurunkan tensi dan polarisasi agar Indonesia guyub kembali," katanya.

Apa yang akan dibahas di Ijtima Ulama keempat?

Novel menyebut Ijtima Ulama keempat akan membahas sejumlah hal yang terjadi semasa pemilu, seperti demo 22 Mei hingga putusan MK.

Selain itu, ujarnya, akan dibahas pula soal sejumlah petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang meninggal dunia, hingga pemidanaan sejumlah pihak pendukung Prabowo—yang dicurigainya sebagai bentuk kriminalisasi ulama.

Novel menambahkan PA 212 akan menilai sikap partai-partai yang bergabung dalam Koalisi Adil dan Makmur yang mendukung Prabowo saat Pilpres.

"Kita melihat ke depan siapa yang bisa bersama dengan kita untuk memperjuangkan keadilan," ujarnya.

Muncul gerakan #KamiOposisi dari PKS

Mardani Ali Sera, politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS), sekutu Partai Gerindra dalam Pilpres lalu, menyatakan komunikasi politik dan silaturahmi adalah hal yang baik.

Namun, kata Mardani, yang sebelumnya mencanangkan gerakan #2019GantiPresiden, sikap berbeda juga baik untuk mendidik masyarakat untuk tetap rasional.

"Karena itu saya pribadi berharap saat pertemuan ada sikap tegas menyatakan #KamiOposisi. Dan oposisi itu baik karena energi pendukung Pak Prabowo dapat tersalurkan secara positif," ujar Mardani dalam pesan tertulisnya.

Ia menambahkan ia mendukung diadakannya Ijtima Ulama.

"Akan baik jika Ijtima Ulama bisa tegas menyatakan diri #KamiOposisi dan membuat road map penguatan umat lima tahun ke depan hingga siap mengikuti kontestasi 2024," katanya.

Dukungan PA 212 `masih penting untung Prabowo`

Pengamat politik dari Puskapol UI, Delia Wildianti, menyebut Prabowo akan tetap mencoba mengakomodir kepentingan ulama dan PA 212, yang memberi dukungan sangat besar padanya saat Pilpres lalu.

Kelompok tersebut sebelumnya aktif berunjuk rasa menuntut pasangan calon Jokowi-Ma`ruf Amin didiskualifikasi dari Pilpres 2019 saat sidang sengketa Pilpres di MK berlangsung.

Delia menyebut PA 212 adalah basis pendukung Prabowo yang kuat dan dianggap penting karena terdiri dari ulama-ulama sehingga mampu mempengaruhi masyarakat.

Dukungan massa Muslim itu, ujarnya, sangat penting untuk Prabowo dan juga partainya Gerindra, kala mereka memutuskan menjadi oposisi pemerintah.

Misalnya, saat Gerindra beradu soal kebijakan di parlemen dengan partai pendukung pemerintah, ujarnya.

"Kalau sampai (PA 212) meninggalkan (Prabowo), saya rasa tidak sampai ke situ karena Prabowo juga pastinya akan mencoba untuk mengakomodir banyak kepentingan-kepentingan tadi yang harus dia selamatkan," kata Delia.

Delia menilai saat pilpres lalu, kedua belah pihak, yakni kubu Prabowo dan PA 212 "saling memanfaatkan momentum".

Prabowo, ujarnya, membutuhkan dukungan massa yang besar.

Di sisi lain, kelompok PA 212, ujar Delia, memiliki beberapa kepentingan yang tidak dapat diakomodasi kubu Jokowi, seperti pemulangan pemimpin FPI Rizieq Shihab ke Indonesia.

Oleh sebab itu, ujarnya, mereka menyatakan dukungan ke Prabowo dan politik identitas menjadi sangat kuat pada Pilpres 2019.

"Kalau mereka (PA 212) dikatakan berpolitik, ya berpolitik, karena mereka berkepentingan, dan kepentingan itu dititipkan pada kontestan pemilu," ujarnya.