Penentuan Ketum Golkar Terbebani 'Restu' Presiden Jokowi

Ketua Umum Partai Golkar, Airlangga Hartarto.
Sumber :
  • Dok. Partai Golkar.

VIVA – Kasak-kusuk mengenai isyarat Presiden Jokowi dalam penentuan calon ketua umum Partai Golkar mulai diprediksi banyak pihak. Faktor Jokowi untuk suksesi di pucuk pimpinan partai beringin itu dianggap menjadi penentu, meski di depan publik menyatakan tidak ikut mencampuri.

Menurut Kepala Departemen Politik dan Pemerintahan The Habibie Center, Bawono Kumoro, restu dari Jokowi sebetulnya terlihat ketika peralihan dari ketua umum Golkar sebelumnya yakni Setya Novanto ke Airlangga Hartarto.

"Tidak dapat dipungkiri bahwa dukungan moril dan politik dari Presiden Jokowi merupakan hal tidak terpisahkan dari proses pencalonan ketua umum tersebut sebagaimana ketika terjadi suksesi dari Setnov kepada Airlangga Hartarto beberapa tahun lalu,” ujar Bawono dalam pesan tertulis, Jumat 19 Juli 2019.

Bawono menjelaskan, Golkar dan PDI Perjuangan akan diandalkan Jokowi dalam menjalankan roda pemerintahan di periode kedua. Setidaknya dua partai itu merupakan partai dengan raihan kursi besar, dan jika satu sepahaman maka program-program, serta kebijakan pemerintahan di parlemen akan berjalan mulus. 

Atas dasar itulah, Jokowi yang telah bertemu dengan dua kandidat calon ketua umum Golkar. Pertemuan diduga dalam rangka evaluasi hasil Pemilu kemarin. Apalagi di sejumlah kantong pemilih Golkar, raihan suara Jokowi kalah ketimbang pesaingnya. 

"Hasil pemilu 17 April kemarin tentu menjadi salah satu bahan evaluasi Presiden Jokowi dalam memberikan dukungan moril dan politik tersebut. Dalam konteks itu kekalahan Jokowi dalam pemilihan presiden kemarin di sejumlah provinsi basis politik Partai Golkar seperti Sulawesi Selatan dan Riau bisa jadi akan memengaruhi pemberian dukungan moril dan politik tersebut,” kata dia.

Sebelumnya juga diberitakan, Politisi Senior Golkar, Paskah Suzetta, menyesalkan tindakan para pengurus pusat partai yang menafsirkan evaluasi dari surat arahan Dewan Pembina mengenai evaluasi Pemilu 2019.

Surat itu yang mestinya untuk konsumsi internal, kemudian diumumkan ke publik seolah evaluasi tetap mengacu pada Munas, Desember mendatang.

Ia juga mendesak agar digelar rapat pleno untuk menentukan agenda Munas dalam rangka menyoroti merosotnya suara Golkar di Pemilihan Legislatif.

"Ini di sini kelihatannya menjadi interpretatif. Karena Dewan Pembina mengharapkan bahwa pada akhir tahun ini sudah Munas. Bisa saja November, Oktober, bisa saja September. Jadi jangan langsung divoniskan Munas Desember, kita tidak pernah menyebut bulan," kata Paskah, kemarin saat menghadiri deklarasi sejumlah kader Golkar menjadi calon ketua umum. [mus]