Tren Kepala Daerah Maju Pilpres 2024 Diprediksi Berlanjut 

Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi di DPP PDIP.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Eduward Ambarita

VIVA – Fenomena kepala daerah akan bertarung pada kontestasi Pemilihan Presiden berikutnya atau pada 2024 kemungkinan akan berlanjut. Hal itu juga didukung sejumlah partai seperti PDIP. 

Menurut Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi, langkah PDIP mencalonkan Jokowi menjadi calon presiden dalam dua pemilu menjadi contoh paling nyata. 

Dimana kata Burhanuddin, partai berlogo banteng itu memecahkan mitos dan rekor sebagai satu-satunya partai memenangkan calon presiden sekaligus partai politik dalam dua pemilu beruntun.

"PDI-P terus mencetak kader unggul di Pilkada," kata Burhanuddin saat menghadiri diskusi bertajuk 'Akankan PDIP Menang Lagi di Pemilu 2024? di kantor DPP PDI Perjuangan, Jakarta, Sabtu 3 Agustus 2019. 

Burhanuddin mengatakan, PDIP berhasil memetik hasil karena memajukan kepala daerah yang populer dan berkinerja baik ke pentas nasional. 

Ia tak memungkiri, sosok Tri Rismaharini (Wali Kota Surabaya), Ganjar Pranowo (Gubernur Jawa Tengah) dan Nurdin Abdullah (Gubernur Sulawesi Selatan) akan dilirik selanjutnya. 

"Eksperimen (memajukan kepala daerah) masih berlajnjut sampai sekarang. Jadi meskipun belum ada yang sangat menonjol sekali pasca Jokowi (habis masa jabatan), kalau kita lihat nama-nama yang dipanen PDIP banyak sekali," tuturnya.

Burhan begitu ia disapa menyebutkan bahwa parameter partai politik akan mendapatkan kelimpahan suara di Pemilu 2024 mulai terlihat dalam waktu dekat.

Setidaknya, tahun depan atau 2020 nanti, akan dilangsungkan Pilkada serentak yang akan terselenggara di 270 daerah. Kemudian, ia menyebut, Pilkada DKI Jakarta juga menjadi tolak ukur pada 2022. 

"Di situ akan menjadi ujian pertaruhan PDIP sekali lagi apakah mereka mampu mengusung calon-calon kepala daerah yang siap dipanen di hasilnya di 2024," kata dia.

Di kesempatan yang sama, Ketua DPP PDI Perjuangan, Andreas Hugo Pareira, mengatakan bahwa faktor ketokohan dan bukanlah suatu absolut mengukur elektabilitas seseorang. 

Ia berkaca pada Pemilu 2019 yang baru berakhir, tatkala seorang calon legislatif enggan mengkampanyekan calon presiden yang diusung partai. 

Hal itu dikarenakan mayoritas masyarakat di daerah pemilihan tersebut bukan basis pemilih capres yang didukung. 

"Ketika di suatu wilayah itu tak suka si capres, maka si caleg takkan mau kampanyekan si capres. Ini menimbulkan pertanyaan, apakah benar figur capres itu akan paling menentukan?" kata Andreas.