Poin yang Ditolak dan Disetujui Jokowi Terhadap Revisi UU KPK

Presiden Joko Widodo.
Sumber :
  • siaran pers

VIVA – Presiden Joko Widodo mengaku telah mempelajari dan mengikuti  segala masukan yang diberikan dari masyarakat, para pegiat antikorupsi, dosen, dan mahasiswa, serta masukan dari para tokoh bangsa terkait revisi Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ada poin yang disetujui dan ada pula yang ditolak oleh Jokowi.

Dari akun YouTube Sekretariat Presiden, konferensi pers terkait revisi UU KPK di Istana Negara, Jokowi mengatakan revisi UU KPK adalah usulan DPR. Tugas pemerintah adalah meresponsnya dengan menyiapkan daftar isian masalah (DIM) dan menugaskan menteri melakukan pembahasan. 

“Kita tahu UU KPK telah berusia 17 tahun, perlu adanya penyempurnaan secara terbatas sehingga pemberantasan korupsi bisa berjalan efektif. Sekali lagi, kita jaga agar KPK lebih kuat dibanding lembaga lain dalam pemberantasan korupsi,” kata Jokowi, Jumat 13 September 2019.

Menurut Jokowi, ia telah memberikan arahan kepada Kemenkumham untuk menyampaikan sikap dan pandangan pemerintah terkait substansi revisi UU KPK yang diinisiasi oleh DPR.

Baca juga: DPR Setujui Batas Usia Perkawinan Jadi 19 Tahun, Ini Alasannya

Intinya, KPK harus memegang peran sentral dalam pemberantasan korupsi. Karena itu KPK harus didukung dengan kewenangan dan kekuatan yang memadai. Dan harus lebih kuat dibandingkan dengan lembaga lain untuk pemberantasan korupsi.

"Saya tidak setuju terhadap beberapa substansi revisi UU inisiatif DPR yang berpotensi mengurangi efektivitas tugas KPK,” kata Jokowi. 

Berikut ini sejumlah poin yang tidak disetujui Jokowi terkait revisi UU KPK:

Pertama, tidak setuju jika KPK harus memeroleh izin dari pihak eksternal untuk melakukan penyadapan. Misalnya harus izin ke pengadilan, tidak, KPK cukup memeroleh izin internal dari Dewan Pengawas untuk menjaga kerahasiaan.

Kedua,  tidak setuju penyidik dan penyelidik KPK hanya berasal dari kepolisian dan kejaksaan saja. 

Menurutnya, bisa berasal dari unsur ASN, yang diangkat dari pegawai KPK maupun instansi pemerintah lainnya. Tentu saja harus melalui prosedur rekrutmen yang benar.

Ketiga,  tidak setuju bahwa KPK wajib berkoordinasi dengan kejaksaan agung dalam penuntutan. Karena sistem penuntutan yang berjalan selama ini sudah baik, sehingga tidak perlu diubah lagi. 

Keempat, tidak setuju perihal pengolahan LHKPN yang dikeluarkan dari KPK, diberikan kepada kementerian atau lembaga lain. "Saya minta LHKPN tetap diurus oleh KPK sebagaimana yang telah berjalan selama ini,” ujar Jokowi.

Sedangkan poin yang disetujui Jokowi adalah: 

Dewan pengawas 

Menurut Jokowi, perihal keberadaan Dewan Pengawas, ini memang perlu. Karena semua lembaga negara, Presiden, MA, DPR, bekerja dalam prinsip check and balances, saling mengawasi. 

"Hal ini dibutuhkan untuk meminimalisir potensi penyalahgunaan wewenang. Dewan Pengawas sesuatu yang wajar untuk proses tata kelola yang baik,” tuturnya.

Untuk anggota  Dewan Pengawas diambil dari tokoh masyarakat, akademisi, pegiat antikorupsi, bukan politis, birokrat, aparat, maupun penindak hukum aktif. Pengangkatan Dewan Pengawas dilakukan oleh Presiden, dijaring melalui panitia seleksi. 

"Saya ingin memastikan tersedia waktu transisi yang memadai untuk menjamin KPK menjalankan kewenangannya sebelum terbentuknya dewan pengawas,” ujarnya.

SP3

Terhadap keberadaan SP3, hal ini juga diperlukan sebab penegakkan hukum juga harus memenuhi prinsip perlindungan HAM dan memberikan kepastian hukum.

Sehingga RUU inisiatif DPR memegang batas waktu maksimal satu tahun dalam pemberian SP3, kami meminta ditingkatkan menjadi dua tahun supaya memberikan waktu yang memadai bagi KPK. “Yang penting agar kewenangan KPK untuk memberikan SP3 yang bisa digunakan atau pun tidak digunakan,” tutur Jokowi.

Pegawai KPK 

Terkait pegawai KPK. Pegawai KPK adalah ASN, yaitu PNS atau P3K, hal ini juga terjadi di lembaga lain yang mandiri seperti MA, MK, dan juga lembaga independen lainnya seperti KPU, Bawaslu. 

"Tapi saya menekankan agar implementasinya perlu masa transisi yang memadai dan dijalankan penuh kehati-hatian. Penyelidik dan penyidik KPK yang ada saat ini masih tetap menjabat dan tentunya melakukan proses transisi menjadi ASN,” katanya.