Kartu Kuning Tim Ekonomi Jokowi: Dua Kementerian di Persimpangan

Kris - Biro Pers Sekretariat Joko Widodo
Sumber :
  • dw

Ketika spekulasi seputar susunan kabinet di pemerintahan baru Presiden Joko Widodo kian memanas, beberapa menteri harus siap angkat kaki lantaran kinerja yang tidak optimal. Sorotan terbesar diarahkan pada tim ekonomi yang dinilai ikut menyumbang pada perlambatan pertumbuhan.

"Kalau menurut studi Australia National University, kita sebenarnya di tahun 2016 sampai 2018 kita bisa tumbuh minimal 6 persen. Dua variabel penghambatnya adalah ekspor dan investasi," kata ekonom Universitas Indonesia, Fithra Faisal, saat dihubungi DW.

Saat ini pertumbuhan ekonomi Indonesia belum bergerak di kisaran 5 persen. Presiden Joko Widodo sebenarnya menargetkan perekonomian nasional tumbuh 7 persen setiap tahun. Hal ini dinilai sulit dicapai jika pengelolaan sektor-sektor kunci masih tertinggal.

"Kementerian Perindustrian misalnya di awal kontribusinya sekitar 20 persenan terhadap PDB, sekarang tinggal 19 persen," kata Fithra. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), porsi industri manufaktur terhadap Produk Domestik Brutto (PDB) pada kuartal kedua 2019 mencapai 19,52 persen. Padahal tahun 2014, nilainya masih berada di kisaran 21,26 persen.

Dua Kementerian di Persimpangan

Dia juga menyoroti kinerja Kementerian Perdagangan yang mencatat "neraca dagang paling buruk dalam sejarah, dan itu terjadi pada era Enggartiastio Lukita pada tahun 2019."

Hal senada diungkapkan Sirajuddin Abbas, peneliti senior Saiful Mudjani Research Centre. Menurutnya kinerja Enggartiasto menjadi beban politik lantaran kinerja ekspor yang berada di bawah harapan, sehingga termasuk "yang berisiko tinggi untuk didepak."

Awal tahun ini Kemendag mendapat teguran presiden lantaran neraca ekspor RI yang keok dibandingkan sejumlah negara sebaya seperti Vietnam. Enggartiasto lalu sibuk mengirimkan delegasinya mencari celah kesepakatan dagang ke berbagai negara. Namun upaya tersebut belum berhasil menaikkan neraca ekspor yang menurut BPS hingga Agustus lalu masih sebesar USD14,2 miliar, sementara Vietnam mencatat nilai ekspor sebesar USD25,8 miliar pada kurun waktu yang sama.

Beban Politik Rini Soemarno

Angin tak sedap juga berhembus ke arah Kementerian BUMN yang dikawal Rini Sumarno. Meski berprestasi menggerakkan BUMN untuk mendukung program infrastruktur pemerintah, pengelolaan utang BUMN dan distorsi persaingan oleh dominasi perusahaan pelat merah dinilai menjadi ganjalan besar.

"Bu Rini termasuk kontroversial, tetapi tergolong yang berkinerja tinggi," kata Sirajuddin.

Namun catatan positif kinerja Kementerian BUMN dibantah ekonom UI Fithra Faisal. "Manajemen BUMN semakin lama semakin mengkhawatirkan, ini terbukti banyak direktur yang ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi," kata Fithra. Ditambah pembagian jatah kursi di BUMN bagi partai politik yang dinilai "berlebihan" dan "merongrong" pertumbuhan ekonomi, Rini dinilai tidak layak mendapat tempat di kabinet baru.

"Kalau melihat indikator-indikator itu sebenarnya tidak layak untuk diteruskan. Karena memang indikator ini yang pada akhirnya sangat membebani pertumbuhan ekonomi," kata Fithra. Rapor merah terutama diberikan kepada Kementerian Perindustrian dan Perdagangan. "Kalau bisa mengurutkan, maka dua kementerian ini di tim ekonomi yang kinerjanya paling buruk," kata dia.

Menurut Sirajuddin, tingkat kepercayaan publik yang tinggi tidak serta merta bisa memoles prestasi menteri yang bersangkutan. Dalam hal ini presiden harus lihai memilih jika ingin mengonversi kinerja kementerian menjadi dukungan politik. "Kalau dia ingin targetnya tercapai, dia harus memilih yang terbaik dari daftar (kabinet lama) yang ada. Saya kira yang tidak terlalu berkinerja baik, ya sudah selesai lah," imbuhnya.

rzn/vlz (dari berbagai sumber)