Jaksa Agung Melapor, DPR Mencerca

Jaksa Agung ST Burhanuddin.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Wahyu Putro

VIVA – Jaksa Agung Sanitiar (ST) Burhanuddin melakukan rapat kerja dengan Komisi III DPR, Kamis, 7 November 2019. Ini merupakan rapat kerja perdana ST Burhanuddin sejak resmi diangkat menjadi Jaksa Agung oleh Presiden Jokowi.

Dalam laporannya, ia membeberkan rencana untuk menangani kasus dengan hukuman pidana mati.

Namun, para anggota DPR mencecarnya soal marak pelaksana tugas (Plt) yang mengisi jabatan Jaksa Agung Muda (JAM). Menurutnya, ada empat poin untuk menangani kasus ini. Pertama, permohonan grasi tak akan memengaruhi pelaksanaan putusan pemidanaan.

Permohonan grasi tidak akan menunda pelaksanaan putusan pemidanaan bagi terpidana. "Kecuali dalam hal putusan pidana mati, dengan demikian ketentuan tersebut menjadi sia-sia," ujar ST Burhanuddin, seperti dikutip dari VIVAnews.

Kedua, setiap orang terpidana hukuman mati tidak bisa dieksekusi jika masih ada terdakwa lainnya, dengan kasus yang sama belum berkekuatan hukum tetap.

"Berkaitan dengan berbarengan dengan tindakan pidana maka tidak dapat dilaksanakan eksekusi pidana mati terlebih dahulu, sebelum pelaku lainnya divonis hukuman mati yang telah berkekuatan hukum tetap," katanya.

Ketiga, ST Burhanuddin menyebut pidana mati harus mempertimbangkan kondisi kejiwaan terpidana. Apabila terpidana punya gangguan kejiwaan maka tidak bisa dieksekusi mati.

Untuk itu harus didukung oleh keterangan medis yang menunjukkan bahwa terpidana mati sakit kejiwaannya.

Terakhir atau keempat, ia menyoroti perubahan regulasi pengajuan Peninjauan Kembali (PK) dan grasi antara Mahkamah Agung (MA) dan Mahkamah Konstitusi (MK) yang berbeda.

Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 7 menyebutkan, PK hanya diperbolehkan satu kali. Tetapi, di dalam putusan Mahkamah Konstitusi, PK bisa lebih dari satu kali dengan pertimbangan adalah Hak Asasi Manusia (HAM).

"Itu akan menjadi sedikit problema bagi kami untuk melaksanakan eksekusi mati. Karena apa? Para terpidana mati yang sudah PK satu kali harus dipertimbangkan lagi kalau dia mau PK," tutur dia.

Pakai cara radikal

Sementara itu, fraksi PDI Perjuangan, PKS dan Gerindra, mengaku gerah dengan keberadaan Plt. Mereka mendesak ST Burhanuddin supaya membereskannya supaya Kejaksaan Agung menjadi lembaga hukum yang berkualitas.

Anggota Komisi III Fraksi PDI Perjuangan, Arteria Dahlan gerah lantaran posisi Jaksa Agung Muda yang diisi oleh Plt. Ia mempertanyakan alasan Plt ada dalam posisi ini, apakah ada permainan pengaruh untuk mengisi jabatan itu atau tidak.

“Saya ngelihat masalah Plt, sakit mata saya pak. Kenapa dibuat Plt-Plt kemarin ini. Mungkin Pak JAM bisa cerita ada politik hukum apa ini? Ingin konsolidasi kekuasaan di Jaksa Agung semuanya atau memang ada perdagangan pengaruh atau aspek komersial yang lain pak?” kata Arteria.

Kemudian, anggota Komisi III Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Nasir Djamil memberi saran kepada Jaksa Agung untuk tidak ragu melakukan cara-cara 'radikal' guna mewujudkan Kejaksaan Agung menjadi lembaga yang berkualitas.

Sama dengan Arteria, dia pun minta Burhanuddin segera memastikan Plt-Plt di posisi Jaksa Agung Muda tersebut. “Karena istilah radikal sedang tren sekarang, menggunakan cara radikal untuk mewujudkan Kejaksaan ini lembaga penegak hukum yang berkualitas," ujar Nasir.

Kemudian, anggota Komisi III Fraksi Partai Gerindra, Habiburokhman pun meminta hal yang sama kepada Jaksa Agung ST Burhanuddin. Ia juga menyinggung perihal Plt di posisi Jaksa Agung Muda.

“Pertama saya juga capek ya lihat Plt-Plt ini pak, kalau dilihat dari sosoknya yang Plt itu seharusnya cukup berkualitas untuk definitif. Jadi, saya pikir enggak perlu terlalu lama,” kata Habiburokhman.