Gerindra: Grasi Annas Maamun Tak Perlu Dipersoalkan

Gubernur Riau Diperiksa KPK
Sumber :
  • ANTARA/Reno Esnir

VIVA – Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Arief Poyuono menilai langkah Presiden Joko Widodo memberikan grasi atau pengurangan masa hukuman terhadap mantan Gubernur Riau Annas Maamun, sudah tepat. Arief mengatakan grasi merupakan hak dari presiden untuk siapapun.

"Grasi itu adalah hak presiden untuk diberikan kepada siapa pun warga negara Indonesia yang terkena hukuman akibat melakukan tindak pidana," kata Arief melalui keterangan tertulisnya yang diterima VIVA.co.id, Rabu 27 November 2019.

Menurut dia, grasi merupakan upaya hukum istimewa yang dapat dilakukan atas putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap atau inkracht.

Dalam Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2002 tentang Grasi, tertulis grasi merupakan pengampunan berupa perubahan, peringanan, pengurangan atau penghapusan pelaksanaan pidana kepada terpidana yang diberikan oleh Presiden.

Menurutnya, upaya grasi merupakan hak terpidana untuk mendapatkan keadilan. Presiden berdasarkan Pasal 11(1) UU No 22/2002 dapat memberikan grasi dengan memerhatikan pertimbangan Mahkamah Agung. Kekuasaan Presiden memberikan grasi ini adalah salah satu hak istimewa Presiden sebagai Kepala Negara.

Artinya, kata dia, terbitnya grasi Jokowi untuk Annas Maamun sudah melalui proses pertimbangan hukum dari Mahkamah Agung agar diberikan pengampunan hukum berupa grasi.

"Jadi, enggak perlulah grasi yang diberikan pada pelaku tindak pidana korupsi dipermasalahkan, apalagi sampai dipolitisasi. Seakan-akan Joko Widodo tidak pro pemberantasan korupsi," ujarnya.

Seperti dilansir VIVAnews, melalui Keputusan Presiden Nomor 23/G tahun 2019, Jokowi mengurangi masa hukuman Annas Maamun selama 1 tahun dari semula pidana penjara 7 tahun jadi 6 tahun. Dengan grasi ini, Annas akan bebas pada 3 Oktober 2020 dari semula 3 Oktober 2021.

Dalam putusan kasasi, MA menjatuhkan hukuman 7 tahun penjara terhadap Annas atau bertambah 1 tahun dari vonis Pengadilan Tipikor Bandung pada 24 Juni 2015. Namun, Presiden memberikan grasi untuk Annas Maamun padahal MA telah memutuskan menambahkan hukumannya. 

KPK menjelaskan, pada perkaranya, Annas didakwa kumulatif yakni menerima suap US$166.100 dari Gulat Medali Emas Manurung dan Edison Marudut, terkait kepentingan memasukkan areal kebun sawit dengan total luas 2.522 hektare, di tiga Kabupaten dengan perubahan luas bukan kawasan hutan di Provinsi Riau.

Kemudian Annas didakwa menerima suap Rp500 juta dari Edison Marudut melalui Gulat Medali Emas Manurung, terkait dengan pengerjaan proyek untuk kepentingan perusahaan Edison Marudut di lingkungan Provinsi Riau.

Serta menerima suap Rp3 miliar dari janji Rp8 miliar dari pemilik PT Darmex Group atau Duta Palma Group Surya Darmadi melalui Legal Manager PT Duta Palma Group, Suheri Terta, untuk kepentingan memasukkan lahan milik sejumlah anak perusahaan PT Darmex Argo yang bergerak dalam usaha perkebunan kelapa sawit, dalam revisi usulan perubahan luas kawasan bukan hutan di Provinsi Riau.

Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM menjelaskan, alasan Presiden Jokowi memberikan grasi kepada Annas Maamun. Grasi tersebut diklaim diberikan atas dasar kemanusiaan, mengingat Annas sudah berusia lebih dari 70 tahun, tepatnya 78 tahun dan sedang mengidap sejumlah penyakit sesuai keterangan dokter, seperti PPOK atau COPD akut, dispepsia syndrome (depresi), gastritis (lambung), hernia dan sesak napas sehingga membutuhkan pemakaian oksigen setiap hari.