Kisah Chile di Ambang Hattrick Gelar Copa America

Para pemain Timnas Chile merayakan kemenangan atas Kolombia di Copa America 2019
Sumber :
  • Instagram/@copamerica

VIVA – Sebuah sejarah kemungkinan akan lahir di Copa America 2019. Bukan Uruguay si Raja Amerika Latin, bukan pula raksasa lain seperti Brasil atau Argentina, yang punya kesempatan itu. Ya, peluang itu dipunyai oleh sang juara bertahan, Chile.

Langkah Chile di turnamen paling prestisius Amerika Latin edisi ke-46 terbilang apik. Chile sukses membantai Jepang 4-0 dalam laga perdana Grup C. Eduardo Vargas mencetak brace dalam laga yang digelar di Estadio do Morumbi, Sao Paulo. Sementara itu, dua gol lainnya disumbang oleh Erick Pulgar dan Alexis Sanchez.

Poin sempurna kembali dipetik pasukan Reinaldo Rueda di pertandingan kedua. Kali ini, armada La Roja menang tipis 2-1 atas Ekuador di Itaipava Arena Fonte Nova, Salvador. Gol cepat winger veteran, Jose Fuenzalida, dan sumbangan gol kedua Alexis di turnamen ini, memastikan kemenangan kedua Chile atas Enner Valencia cs.

Sayang, rekor sapu bersih dengan kemenangan di fase grup gagal dicapai. Sebab dalam laga terakhir di Estadio Mineirao, Belo Horizonte, Chile takluk dari Uruguay. Gol tunggal Edinson Cavani di menit 82 membuat Chile harus puas menjadi runner-up Grup C dengan poin 6, terpaut tiga poin dari Uruguay yang tampil sebagai juara grup.

Lolos ke perempatfinal, Chile sudah ditunggu tim kuat, Kolombia. Armada Los Cafeteros jelas bukan lawan yang mudah ditaklukkan. Sebab, Kolombia berstatus juara Grup B dengan rekor tak terkalahkan. Benar saja, Chile kesulitan saat menghadapi Kolombia di Arena Corinthians, Sao Paulo.

Gagal mencetak gol di waktu normal 90 menit, duel Kolombia kontra Chile harus dilanjutkan ke babak extra time. Akan tetapi, dalam 2x15 menit babak perpanjangan waktu, gol dari kedua tim tak kunjung tercipta. Mau tak mau, pemenang pun harus ditentukan lewat drama adu penalti.

Arturo Vidal, Vaegas, Pulgar, Charles Aranguiz, dan Alexis, berhasil menunaikan tugasnya dengan sempurna. Sebaliknya dari kubu Kolombia, William Tesillo justru gagal membobol gawang Gabriel Arias. Kegagalan eksekusi Tesillo akhirnya memastikan langkah Chile menuju semifinal.

Di babak semifinal, Chile akan berhadapan dengan tim kuda hitam, Peru. Meski bisa dibilang tak cemerlang, Jefferson Farfan cs seperti dinaungi keberuntungan. Sebab, anak asuh Ricardo Gareca mampu mengguncang Copa America setelah berhasil mendepak Uruguay, tim yang sempat mengalahkan Chile di fase grup. 

Peru sukses menjejakkan kakinya di empat besar, setelah berhasil mengalahkan Uruguay lewat drama adu penalti. Gagalnya Luis Suarez mengeksekusi penalti, membuat Peru memastikan satu tiket tersisa di semifinal.

Cetak Sejarah

Seperti yang dikatakan tadi, Chile diambang sejarah. Ya, armada Chile berpeluang besar meraih hattrick gelar Copa America. Sebab, Chile adalah juara Copa America 2015, serta Copa America Centenario 2016.

Menurut data BBC, andai berhasil melaju ke final dan menjadi juara lagi maka Chile akan menyamai rekor Argentina. Hingga saat ini, hanya Argentina tim yang berhasil meraih tiga gelar beruntun setelah juara di tahun 1945, 1946, dan 1947.

Vidal membenarkan jika Chile memang mengusung misi untuk mencatat sejarah sebagai salah satu tim yang pernah juara Copa America dalam tiga edisi beruntun. Meski terdengar normatif, gelandang veteran Chile ini menegaskan bahwa ia dan rekan-rekannya bakal menunjukkan permainan terbaiknya dalam laga nanti.

"Kami ingin meninggalkan warisan sebagai juara tiga kali beruntun. Itulah mimpi kami. Itu mengapa kami harus memberikan permainan terbaik dalam pertandingan melawan Peru. Itu akan menjadi sesuatu yang bersejarah bagi kami untuk menembus final dan itulah tujuan kami," kata Vidal.

"Kami butuh bermain dengan sempurna, untuk memenangkan itu dengan kemampuan kami. Peru punya kerjasama tim yang baik. (Permainan) mereka sangat mirip dengan Kolombia. Itu mengapa pertandingan nanti akan sangat sulit dan fantastis untuk bisa bermain di sana," ujarnya.

Selain berpeluang meraih hattrick gelar, Chile juga punya kesempatan membuat catatan lainnya. Ya, jika berhasil mengalahkan Peru maka Chile untuk pertama kalinya berhasil menembus partai final di tiga edisi secara beruntun.

Pengalaman Vs Momentum

Jelang duel di babak semifinal, Rueda tahu bahwa Chile punya keunggulan dalam hal pengalaman. Jam terbang para pemain Chile yang rata-rata berada dalam usia emas pesepakbola, jadi senjata utama Chile untuk bisa mendepak Peru.

Tak hanya itu, Rueda juga semakin yakin pasukannya bisa lolos ke final. Sebab, Chile dinilai juru taktik berusia 62 tahun bisa mematahkan mitos juara bertahan akan tampil buruk di edisi berikutnya. Setelah dua kali meraih dua gelar juara dalam dua gelaran sebelumnya, Chile kembali menunjukkan mental juaranya di ajang kali ini.

"Chile memiliki para pemain yang sangat berpengalaman. Mereka sangat mengenal satu dengan yang lainnya dengan sangat baik, dalam waktu yang lama. Juara bertahan biasanya melakukan debut yang buruk. Tetapi, kami bekerja keras untuk tidak menderita di pertandingan itu," kata Rueda dikutip Deccan Chronicle.

Jika Chile punya pengalaman, maka Peru dianggap tengah berada dalam momen yang tepat untuk mengulang sukses pada 1939 dan 1975. Pada 1939, Peru mampu menembus final dan menang atas Uruguay. Kemudian pada 1975, Peru meraih gelar Copa America kedua setelah mengalahkan Kolombia di laga partai pamungkas.

"Kami sedang berada dalam kondisi yang tepat untuk menghadapi pertandigan seperti ini. Mungkin ini pertandingan yang lebih sulit dibanding dengan pertandingan yang lain. Tapi, kami pasti bisa bermain lebih baik," ujar Gareca.

Mampukah Chile menghentikan laju Peru dan kembali menembus partai puncak Copa America? Jawabannya akan ada dalam duel melawan Peru di Arena do Gremio, Porto Alegre, Kamis 4 Juli 2019 WIB.