Kata-kata Mutiara Mandela Senjata Perdamaian Suporter Indonesia

Suporter Persija Jakarta, Jakmania.
Sumber :
  • VIVA/M Ali Wafa

VIVA – "Olahraga, kekuatan untuk menginspirasi dan memperkuat ikatan rakyat. Tak ada keraguan, olahraga adalah cerminan dari bentuk keadilan dan sportivitas. Sepakbola merupakan olahraga paling populer dan mengakar, tak cuma di Afrika, tapi seluruh belahan dunia, mengajarkan kesabaran dan tenggang rasa." Itulah kalimat mutiara dari tokoh revolusioner Afrika Selatan, Nelson Mandela.

Sosok Mandela memang begitu dekat dengan sepakbola. Bagi Mandela, sepakbola adalah media untuk menyatukan setiap individu, tak peduli apa warna kulit, latar belakang, dan dari mana mereka berasal.

Memang, begitulah seharusnya sepakbola. Permusuhan antarsuporter tak seharusnya terjadi, di belahan dunia mana pun, termasuk Indonesia.

Di Indonesia, hubungan suporter dari beberapa klub tak terlalu baik. "Tak terlalu baik," agaknya frasa ini harus dihilangkan segera. Media memang sering menulisnya seperti ini, namun bisa jadi kampanye perdamaian suporter tak sukses dilaksanakan.

Jadi, mari kita ubah menjadi, "Hubungan suporter beberapa klub belum baik," lebih halus dan terkesan ada arah perdamaian.

Suporter memang jadi PR besar di sepakbola Indonesia. Dari musim ke musim, masalahnya selalu sama, ribut dan sebagainya, seakan jadi pemandangan yang akrab.

Sudah waktunya, suporter Indonesia berdamai dengan hati mereka, itu dulu yang penting. Berdamai dengan hati, tentu akan membawa rasa solidaritas ke suporter klub lain.

Contoh paling nyata hubungan suporter yang selalu jadi PR besar sepakbola Indonesia adalah Jakmania dan Bobotoh. Kedua suporter ini, belum bisa disatukan dalam satu stadion selama hampir dua dekade.

Terakhir kali, mereka duduk satu stadion adalah pada medio 2000 silam. Ya, perseteruan Jakmania dan Bobotoh dimulai pada 2001 silam, hanya karena gesekan kecil yang melibatkan sebagian suporter.

Dampaknya begitu besar. Kebencian mendarah daging di dua suporter besar Indonesia itu. Suporter remaja, yang mungkin belum lahir atau kenal sepakbola, Persija Jakarta, dan Persib Bandung, ikut-ikutan membenci satu sama lain.

Apa masalahnya? Apa mereka tahu dari mana kebencian itu berasal? Ya, mungkin mereka tak tahu.

Shopee Liga 1 musim 2019, sudah seharusnya jadi momentum pendewasaan bagi suporter. Di laga Persija versus Persib, para pemain pun menggelorakan adanya perdamaian.

"Kita Bersaudara," begitu bunyi spanduk yang dibentangkan pemain Persija dan Persib.

Para pemain Persija dan Persib tak cuma membentangkan spanduk. Mereka berangkulan sebelum laga, menandakan tak ada permusuhan. Adem rasanya. Namun, saat laga dimulai, mereka saling sikut.

Berbagai friksi di tengah laga terjadi, namun kadarnya hanya profesional. Lihat apa yang terjadi usai laga. Mereka saling rangkul, tertawa, bahkan bercanda. Dan, laga Persija versus Persib berakhir dengan damai.

Saat laga Persija versus Persib berakhir damai, keamanan di tribun malah terganggu saat Tira Persikabo melumat Persija dalam thriller delapan gol di Stadion Pakansari, Kabupaten Bogor, 16 Juli 2019 lalu.

Ada bentrok yang terjadi di tribun timur, melibatkan suporter Tira Persikabo dengan Jakmania. Keributan itu sempat melebar ke luar, namun akhirnya reda setelah polisi turun tangan.

"Harusnya, kita bisa lebih dewasa saat menonton sepakbola. Ini bagian dari hiburan yang harus dijaga," kata pelatih Tira Persikabo, Rahmad Darmawan.

"Sudah seharusnya, kita bersikap lebih dewasa dalam menyikapi apa pun yang terjadi di pertandingan," lanjut dia.

Bentrok, tak seharusnya terjadi. Dewasa sudah jadi harga mati. Suporter seharusnya bisa belajar dari seorang Mandela.

Sepakbola itu menyatukan semuanya, karena memang hakikatnya demikian. Sportif menerima, jangan saling hujat, karena pemain sebenarnya hanya bersaing di dalam, tak luar lapangan. (one)