Sepakbola Indonesia dan Masalah, PSSI Dosa Apa?

Rusuh di Lamongan
Sumber :
  • Rahmad Noto (Surabaya)/ VIVA

VIVA – Entah apa dosa yang selama ini dilakukan pelaku pelaku sepak bola Tanah Air. Bak sebuah karma, masalah tak pernah hentinya menyelimuti sepakbola Negeri ini.

Pandangan mata lebih sering melihat hal-hal yang dominan negatif. Prestasi Tim Nasional menurun, jadwal pertandingan yang sering ditunda, hingga kerusuhan suporter menjadi sajian utama di halaman depan sepakbola Indonesia dalam beberapa waktu belakangan ini.

Belum tuntas polemik penundaan jadwal leg 2 Piala Indonesia antara PSM Makassar kontra Persija Jakarta, muncul sepenggal kisah tentang pertandingan yang berdurasi tidak wajar. 

Tidak wajar maksudnya di sini, adalah pertandingan memakan waktu hingga 122 menit. Padahal, waktu normal sebuah pertandingan sepakbola hanya 90 menit. 

Ini bukan laga sistem gugur atau mencari juara melalui sistem single match yang memerlukan extra time saat pertandingan imbang sampai waktu normal. Ini adalah pertandingan yang digelar, karena jalannya laga banyak dihiasi drama.

Banyak waktu terbuang, karena seringnya terjadi pelanggaran. Selain itu, banyak protes yang dilayangkan pemain, karena ketidaktegasan wasit yang memimpin laga. Ya, itu adalah pemandangan pertandingan lanjutan Liga 1 2019 antara Persela Lamongan menjamu Borneo FC di Stadion Suarajaya, Lamongan, Senin 29 Juli 2019.

Seperti yang diuraikan di atas, pada laga yang berakhir 2-2 itu, banyak waktu yang terbuang. Puncaknya, ketika pertandingan memasuki menit akhir. Bermula dari insiden Dwi Kuswanto (kiper Persela) dengan Wahyudi Hamisi (gelandang Borneo FC) di dalam kotak penalti. 

Kedua pemain itu terlibat pertengkaran, Dwi Kuswanto melakukan tandukan ke Wahyudi. Momen tersebut menimbulkan keributan dan wasit Wawan Rapiko memutuskan mengeluarkan kartu merah untuk kedua pemain, sekaligus menghadiahi Borneo FC tendangan penalti.

Keputusan Wawan ini menyulut amarah Persela. Mereka menganggap, pelanggaran dilakukan setelah posisi permainan terhenti. Meski begitu, Wawan tetap dalam keputusannya untuk memberikan penalti kepada Borneo FC. Pemain Persela kemudian menolak keputusan tersebut dengan terus melakukan protes. 

Pertandingan sempat terhenti selama hampir 26 menit dan baru kembali dimulai pada menit ke-116 dengan tendangan penalti untuk Borneo. Lerby Eliandry yang maju sebagai eksekutor berhasil menjalankan tugasnya dengan baik. Golnya dari titik putih membuat skor 2-2 dan bertahan hingga usai.

Setelah terjadi gol, laga kembali berjalan. Namun, situasinya sudah berbeda, tensi pertandingan menjadi tinggi dan banyaknya terjadi pelanggaran. Wawan meniupkan peluit panjang tepat menunjukkan usia pertandingan 122 menit. 

Namun, pemain Persela langsung menghadangnya untuk mempertanyakan sisa waktu setelah pertandingan terhenti. Situasi semakin tak kondusif, karena sejumlah penonton mulai turun ke lapangan. 

Wawan dengan segera berlari kencang ke ruang ganti. Keadaan mulai tak terkendali, ribuan suporter turun ke lapangan hendak menemui Wawan. Tak sampai di situ, suporter yang masih tidak dapat menerima keputusan Wawan mengepung Stadion Surajaya.

Mereka bermaksud untuk menghadang Wawan. Beruntung, pihak keamanan berhasil menenangkan supoter dan menyuruh mereka meninggalkan stadion. 

Melihat Keputusan Wawan dari Aturan FIFA

Kejadian seperti laga Persela vs Borneo juga sempat dirasakan Timnas Indonesia U-16 di Piala AFF 2018. Ketika itu, Timnas U-16 era Fakhri Husaini bertanding di fase grup melawan Myanmar di Stadion Gelora Delta, Sidoarjo, 31 Juli 2018. Situasinya Timnas U-16 sudah unggul 2-0. 

Pada menit ke-69, kiper Ernando Ari Sutaryadi melakukan pelanggaran kepada pemain Myanmar. Momennya hampir sama dengan apa yang dilakukan oleh Dwi Kuswanto. Usai berhasil menangkap bola setelah duel udara, Ernando menendang kaki pemain Myanmar hingga terjatuh. Ernando pun diganjar kartu kuning, sekaligus Myanmar dihadiahi tendangan penalti oleh wasit.

Pemain Myanmar, Zah Win Thein, menjalankan tugasnya dengan baik. Myanmar sukses memperkecil ketertinggalan menjadi 1-2. Beruntung, Timnas U-16 berhasil mempertahankan keunggulannya hingga pertandingan berakhir.

Jika merujuk aturan FIFA, keputusan Wawan bisa dibilang tepat. Sebab, pelanggaran yang dilakukan oleh Dwi Kuswanto ketika status bola masih dalam permainan, bukan saat pertandingan sedang terhenti atau bola keluar. 

"Jika bola dalam permainan dan pemain melakukan pelanggaran di dalam bidang permainan. Permainan akan dilanjutkan dengan tendangan bebas tidak langsung atau langsung atau tendangan penalti," dalam law of the game FIFA 2018/19 halaman 109

Sayangnya, Wawan dinilai kurang tegas. Yuhronur Efendi, CEO Persela menyebut keputusan Wawan sering membuat bingung. "Keputusan wasit seharusnya tegas dan jernih saat melihat kejadian. Tadi, saya lihat wasit memutuskan sesuatu kurang tegas, terkesan membingungkan ofisial, pemain, dan suporter. Siapa pun yang melihat pasti terpancing emosinya," kata Yuhronur.

Persela Menanti Sanksi dari PSSI

Persela tentunya tidak bisa tenang begitu saja. Sebab, Komite Disiplin (Komdis) PSSI memantau laga semalam. Ancaman sanksi saat ini sedang mengintai. Apalagi, PSSI tak pernah luput dalam hal-hal seperti menetapkan denda untuk sebuah tim apabila suporternya berubah.

PSIS Semarang, Persija Jakarta, Persebaya Surabata, dan Arema FC merupakan klub yang sebelumnya telah dijatuhi denda ratusan juta oleh Komdis PSSI karena suporternya. 

PSSI Harus Berkaca

PSSI memang memiliki hak untuk memberikan hukuman untuk klub. Tetapi, PSSI juga perlu menjadi contoh yang baik untuk klub dan suporter. PSSI harus sadar diri, karena saat ini kepercayaan publik sedang menurun. 

Sejak Desember 2018, PSSI dihantam berbagai masalah. Rahasia lama terbongkar kembali, kasus pengaturan skor menyeruak dan menyeret sejumlah orang penting di bawah atap PSSI.

Setidaknya, ada 16 orang yang ditetapkan sebagai tersangka. Enam tersangka di antaranya, sudah berstatus terdakwa dan diadili di Pengadilan Negeri (PN) Banjarnegara. 

Mereka adalah Dwi Irianto (eks anggota Komite Disiplin PSSI), Johar Lin Eng (mantan anggota Komite Eksekutif PSSI), Priyanto (mantan anggota Komite Wasit PSSI), Mansyur Lestaluhu (staf Departemen Penugasan Wasit PSSI), Anik Yuni Artikasari (wasit futsal), dan Nurul Safarid (wasit).

Selain itu, Wakil Ketua Umum, Joko Driyono, juga harus tersangkut hukum. Dia terlibat kasus perusakan garis polisi dan penghilangan barang bukti dugaan pengaturan skor dan divonis 1,5 tahun penjara.

Kembali ke kasus penalti Persela vs Bornei FC, PSSI harusnya memberikan edukasi kepada pelatih dan klub peserta terkait aturan yang mengacu pada peraturan resmi FIFA. 

Kemudian, PSSI melalui Komite Wasit perlu memperhatikan kualitas SDM dari wasit yang ada. Nah, setelah itu klub harus memberikan edukasi kepada suporternya, supaya tidak asal melakukan protes yang ujung-ujungnya membuat klub dihukum. 

Semoga sepakbola Indonesia ke depan lebih maju!