Apakah Anjing dan Kucing Anda Berdampak Buruk bagi Lingkungan?

Ilmuwan menyebut memiliki anjing atau kucing dapat meningkatkan emisi gas rumah kaca.-Getty Images
Sumber :
  • bbc

Apakah hewan peliharaan Anda punya jejak kaki ekologis atau turut berperan pada penurunan kualitas lingkungan?

Sejumlah pakar yakin jawabannya adalah ya, terutama jika binatang peliharaan yang dimaksud adalah anjing atau kucing.

Faktanya, menurut kajian yang dilakukan Robert dan Brenda Vale, peneliti keberlanjutan lingkungan di Universitas Victoria, Selandia Baru, seekor anjing setara dengan mobil SUV dalam konteks emisi gas rumah kaca.

"Anjing berukuran tubuh sedang menghasilkan emisi karbon dioksida rata-rata 4,233 kilogram pertahun," kata Robert Vale kepada BBC.

"Itu lebih besar ketimbangan gabungan emisi CO2 yang dihasilkan Toyota Land Cruiser keluaran tahun 2019 di tengah kota dan jalur tol," ujarnya merujuk informasi teknis yang dipublikasikan produsen mobil Jepang tersebut.

Namun bagaimana logika temuan itu?

Vale dan sejumlah akademisi menggarisbawahi pola makan binatang peliharaan, terutama cara manusia memproduksi pangan untuk hewan-hewan tersebut.


Dalam konteks lingkungan, apakah seekor anjing benar-benar setara mobil SUV? - Getty Images

Pada tahun 2007, Gregory Okin, guru besar geografi di Universitas California, menerbitkan jejak kaki ekologis hewan perliharaan di Amerika Serikat. Beragam jajak pendapat memperkirakan, saat ini terdapat 163 juta kucing dan anjing yang dipelihara di permukiman.

Dalam kalkulasi Okin, pemberian makanan pada hewan domestik itu menerbangkan 64 juta ton gas rumah kaca ke atmosfer setiap tahun. Angka itu setara yang dihasilkan 13 juta mobil.

Penyebab fenomena itu adalah aktor utama di dalam setiap perdebatan tentang perubahan iklim: daging.

Catatan Badan Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO) menunjukkan, sektor peternakan di seluruh dunia menyumbang 15?ri total emisi gas rumah kaca.

Di sisi lain, penggunaan daging sebagai panganan anjing atau kucing cukup besar, menurut studi di AS. Okin mencontohkan, dua hewan peliharaan itu mengkonsumsi 25?ging yang disediakan peternakan di seluruh AS.


Hewan ternak selama ini diketahui sebagai salah satu penyumbang emisi gas rumah kaca terbesar. - Getty Images

"Saya menyukai anjing dan kucing, dan saya sangat tidak menyarankan masyarakat untuk mengabaikan atau memaksakan pola makan vegetarian kepada mereka," kata Okin.

"Namun menurut saya kita perlu mempertimbangkan seluruh dampak yang dihasilkan hewan peliharaan sehingga kita dapat berbicara jujur tentangnya."

"Binatang perliharaan memberi banyak dampak positif, tapi mereka juga berefek besar bagi lingkungan," ujar Okin.

Bahkan sejumlah ilmuwan yang berselisih paham tentang jejak kaki ekologis binatang telah menelurkan rekomendasi untuk pemilik maupun calon pemelihara binatang.

Dalam analisis pilihan hidup yang sangat berkontribusi pada perubahan iklim, tidak ditemukan bukti bahwa memelihara anjing berefek besar pada isu ini. Pengaruh justru ditimbulkan perilaku lainnya.

Temuan tersebut diutarakan Seth Wynes dari Universitas Lund, Swedia, dan Kimberley Nicholas dari Universitas British Columbia, AS.

Meski begitu, Wynes dan Nicholas memberikan satu peringatan.

"Penelitian lebih lanjut terkait isu ini akan sangat bermanfaat. Hingga saat ini, kami yakin anjing yang berukuran kecil punya jejak karbon yang lebih kecil dibandingkan anjing bertubuh besar," tulis dua ilmuwan itu.


Ukuran hewan peliharaan diyakini berpengaruh pada jejak ekologis. - Getty Images

Robert dan Brenda Vale punya pendekatan yang lebih keras, salah satunya tertuang dalam buku mereka yang terbit tahun 2009, berjudul Time to Eat the Dog: The Real Guide to Sustainable Living.

Mereka tentu tidak benar-benar menyarankan kita untuk menyantap daging anjing. Mereka sebenarnya mendorong kita memilih hewan peliharaan yang dapat menyumbang sesuatu untuk persediaan makanan.

"Terdapat beberapa kebenaran bahwa jika kita memelihara hewan yang bisa dimakan, seperti ayam yang menghasilkan telur dan daging atau kelinci serta babi, kita dapat mengambil kompensasi keberadaan mereka terhadap lingkungan," kata Brenda Vale.

Beberapa tahun lalu, Brenda dan suaminya mendorong pemerintah kota Wellington, ibu kota Selandia Baru, untuk melarang kepemilikan hewan peliharaan tradisional. Ide itu ditolak otoritas setempat.

Keduanya memiliki daftar hewan peliharaan yang disusun berdasarkan jejak ekologis, yaitu dampak aktivitas manusia yang diukur dari penggunaan air dan lahan produktif untuk menghasilkan barang konsumsi serta kemampuannya menyerap limbah.

Daftar itu diukur dalam satuan hektare.


Kepemilikan hewan peliharaan terus meningkat di China. - Getty Images

Merujuk kajian Robert dan Brenda, kucing mempunyai jejak ekologis sebesar 0,15 hektare, sedangkan hamster sebesear 0,014 hektare. Memelihara dua binatang herbivora ini dianggap setara dengan memiliki satu televisi plasma.

Bagaimana dengan anjing? 0,84 hektare.

Di sisi lain, Greg Okin khawatir pada meningkatnya tren kepemilikan hewan peliharaan, terutama di negara yang sebelumnya tidak mempunyai kecenderungan itu, seperti China.

Lembaga pemikir berbasis di Shanghai, China Pet Markert, menyebut populasi binatang domestik di negara itu meningkat dari 390 juta pada 2013 menjadi 509 juta tahun 2018.

"Di negara berkembang, seiring penduduk yang semakin kemakmuran, mereka semakin sering mengkonsumsi daging dan memelihara binatang," ujar Okin.


Penjualan makanan hewan peliharaan mencapai Rp1,3 triliun di seluruh dunia. - Getty Images

Industri penyedia panganan hewan peliharaan, yang penjualannya di seluruh dunia mencapai US$91 miliar (Rp1,3 triliun) tahun 2018, sebagaimana dicatat Euromonitor International, merupakan pemain kunci dalam perdebatan tentang jejak ekologis ini.

Kepada BBC, Michael Bellingham, pimpinan utama Asosiasi Produsen Makanan Hewan, menyatakan hal-hal untuk mempertahankan industrinya.

Bebas daging

"Belakangan ini banyak laporan tidak tepat terkait porsi daging yang digunakan industri makanan hewan," kata Bellingham.

"Industri kami menggunakan banyak produk sampingan yang cocok untuk konsumsi manusia, tapi ini tidak dimanfaatkan sama sekali atau sedikit demi sedikit, oleh produsen makanan manusia."

"Produsen makanan hewan menggunakan material itu untuk memberi nilai tambah padanya. Dengan demikian, mengurangi efek bahan tak terpakai, ketersediaan komoditas dan meminimalkan jejak karbon."

"Tidak ada binatang yang diternak khusus untuk industri makanan hewan," ujar Bellingham.

Industri itu juga melihat bahan makanan bebas daging sebagai solusi jitu persoalan ini. Eksperimen penggunaan protein alternatif seperti serangga juga tengah dikaji.

Bagaimanapun, kata Robert Vale, "Dalam konteks keberlanjutan, jika Anda menginginkan hewan peliharaan, miliki yang berpola makan vegetarian ketimbang karnivora."

"Begitu pula, jika Anda ingin mempunyai hewan peliharaan, sebaiknya Anda tidak memiliki anak," kata ujarnya.