12 Ciri Hoax di Dunia Maya, Nomor 1 Bikin Ngeri

Deklarasi anti hoax.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Wahyu Putro A

VIVA – Masyarakat Indonesia sudah tergolong tinggi dalam adopsi digital. Gambaran itu dibuktikan dengan jumlah pengguna aktif media sosial di tanah air yang mencapai sekitar 120 juta. Sementara pengguna internet Indonesia mencapai 132,7 juta dari 256,4 juta populasi di tanah air.

Secara rinci, aktifnya pengguna internet Indonesia pada platform media sosial bisa dilihat dari data Kementerian Komunikasi dan Informatika. 

Direktur Layanan informasi Internasional, Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik (Ditjen IKP), Kementerian Komunikasi dan Informatika, Selamatta Sembiring membeberkan pengakses YouTube di Indonesia ada sekitar 43 persen. 

Media sosial lainnya yang paling diakses selanjutnya yaitu Facebook (41 persen), WhatsApp (40 persen), Instagram (38 persen), Line (33 persen), BBM (28 persen), Twitter (27 persen), Google+ (25 persen), Facebook Messenger (24 persen), LinkedIn (16 persen), Skype (15 persen) dan WeChat (14 persen). 

Namun, kata Selamatta, keriuhan dalam media sosial menyisakan keprihatinan di tanah air, yaitu bertebarannya konten negatif berupa informasi yang tidak valid sampai hoaks. 

Data Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan tentang isi media sosial, didominasi oleh konten negatif. 

"Secara rinci, data kementerian itu menunjukkan di media sosial ada 90,30 persen berita bohong, 21,60 persen Informasi bersifat menghasut, dan 59 persen informasi tidak akurat," ujar Selamatta dalam keterangannya, Selasa 24 April 2018. 

Soal hoaks ada temuan menarik. Selamatta mengatakan, data kementeriannya menunjukkan, di Indonesia, Twitter menjadi rumah hoaks yang mana mencapai 104.375 postingan berbau hoaks. Angka tersebut mengalahkan 68.494 postingan di Negeri Paman Sam. Padahal Amerika Serikat merupakan negara pengguna Twitter terbanyak di dunia tapi kenapa penyebaran hoaks tak semasif di Indonesia.

Potret itulah yang menjadi perhatian Polri. Kasubnit V Subdit III Direktorat Siber Polri,AKP (Pol) Bayu Hernanto menekankan, penyebar hoaks bakal dijerat dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik juncto Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. 

Untuk itu, Bayu mengatakan agar hati-hati menghadapi hoaks di media sosial. Beberapa ciri hoaks yang bisa mudah dikenali menurut Selamatta yakni,

1. Menciptakan kecemasan, kebencian, permusuhan (fear arousing)

2. Sumber tidak jelas dan tidak ada yang bisa dimintai tanggung jawab atau klarifikasi (whispered propaganda)

3. Pesan sepihak, menyerang, dan tidak netral atau berat sebelah (one-sided)

4. Mencatut nama tokoh berpengaruh atau pakai nama mirip media terkenal (transfer device)

5. Memanfaatkan fanatisme atas nama ideologi, agama, suara rakyat (plain folks)

6. Judul dan pengantarnya provokatif dan tidak cocok dengan isinya

7. Memberi penjulukan (name calling)

8. Minta supaya dishare atau diviralkan (band wagon)

9. Menggunakan argumen dan data yang sangat teknis supaya terlihat ilmiah dan dipercaya (card stacking) 

10. Artikel yang ditulis biasanya menyembunyikan fakta dan data serta memelintir pernyataan narasumbernya

11. Berita ini biasanya ditulis oleh media abal-abal. Media yang tidak jelas alamat dan susunan redaksi

12. Manipulasi foto dan keterangannya. Foto-foto yang digunakan biasanya sudah lama dan berasal dari kejadian di tempat lain dan keterangannya juga dimanipulasi.