Penyebar Konten Negatif di Luar Negeri Bisa Terjerat UU ITE

Ilustrasi aksi kampanye setop pornografi beberapa waktu lalu.
Sumber :
  • VIVAnews/Tri Saputro

VIVA – Situs atau website bisa terjerat Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik atau ITE meskipun tidak berada di wilayah Indonesia. Misalnya pornografi, penyedia konten bisa dilaporkan menggunakan aturan ini.

"Orang unduh dan nonton konten di Indonesia, tapi kontennya sendiri dari luar negeri. Apakah bisa dijerat (UU ITE) penyedia kontennya di luar negeri? Bisa," kata Pelaksana Tugas Kepala Biro Humas Kementerian Komunikasi dan Informatika, Ferdinandus Setu, di Jakarta, Rabu 6 Februari 2019.

Ia juga mengungkapkan bahwa antara Kepolisian Republik Indonesia dengan negara lain sudah memiliki mutual legal assistance (MLA). Untuk kasus pornografi ada perlakuan hukum yang berbeda di tiap negara. Misalnya, wilayah Eropa dan Amerika Serikat. Di kedua negara ini pornografi 17 tahun ke atas berstatus legal.

"Nah, ketika terjadi perbedaan sistem hukum, ya, tidak masuk. Artinya, ketika kita minta polisi Amerika untuk men-takedown situs, mereka bilang kalau itu tidak melanggar aturan. Jadi, perlu perhatikan sistem hukum di negara yang bersangkutan ketika membahas MLA," tuturnya.

Mengenai pengawasan di dunia maya menyangkut penegakkan UU ITE, Ferdinandus mengaku ada dua cara, yaitu dengan mesin sensor internet atau Ais milik Kominfo dan laporan dari masyarakat. Patroli siber pada mesin sensor internet akan melihat pada informasi publik di sejumlah platform seperti Facebook dan Twitter.

Namun, jika berurusan dengan pribadi seperti direct message atau DM, maka mesin Ais tak bisa masuk sampai terlalu dalam. Ferdinandus menyebut menggunakan laporan masyarakat sebagai cara meminimalisir konten yang melanggar UU ITE. Salah satunya, dengan masyarakat bisa mengadu pada sejumlah akun media sosial.

"Aduan konten di email dan Twitter. Satu hari bisa ribuan konten. Ada yang langsung ditindaklanjuti, ada yang mengulangi laporan yang sedang ditangani, dan ada laporan biasa saja namun setelah dicek bukan pelanggaran konten," lanjut Ferdinandus. (ren)